Salam Sawit Indonesia,
Kebijakan mandatori biodiesel 20% atau B20 memotivasi pelaku industri untuk berubah. Mereka berlomba-lomba berinovasi menghasilkan produk energi berbasis minyak sawit. Pertamina telah mendeklarasikan pengembangan bahan bakar terbarukan (green fuel) dari minyak sawit. Produk green fuel yang bisa dihasilkan antara lain avtur, diesel, LPG dan BBM dengan oktan di atas 90 persen.
Pemanfaatan minyak sawit untuk energi menjadi fokus Pertamina sebagai upaya tidak bergantung impor minyak fosil. Apalagi, cadangan minyak fosil terus menurun dari tahun ke tahun. Optimalisasi green fuel mampu menghemat duit negara.
Meningkatnya konsumsi di dalam negeri memberikan banyak manfaat. Indonesia tidak perlu bergantung kepada pasar ekspor. Harga sawit dapat dikendalikan karena pasokan dapat diatur. Ini belum dihitung penghematan emisi karbon dari pemakaian biodiesel.
Dari Medan, Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) menjalankan program riset uji jalan (test) kendaraan berbahan bakar Biodiesel 50% atau B50. Riset ini menjadi penting untuk mengukur dampak pemakaian biodiesel bagi kendaraan. Karena selama ini, resistensi masih terjadi di kalangan pelaku otomotif. Tentu saja, riset ini butuh waktu. Akan tetapi ikhtiar PPKS harus dihargai.
Lembaga yang dikenal sebagai produsen benih sawit nomor satu di Indonesia ini, mengerahkan penelitinya demi validitas data. Tanpa data, sulit menyakinkan masyarakat bahwa biodiesel itu bagus dan cocok bagi kendaraan. Kendati, Indonesia masih terfokus kepada B20. Tidak menutup kemungkinan,B50 akan berjalan. Disinilah kita perlu mengucapkan terima kasih kepada PPKS karena ikhtiarnya meriset B50.
Pembaca, semoga majalah edisi 15 Februari tidak membosankan. Karena majalah ini lahir untuk mencerahkan dan mengedukasi masyarakat terkait aspek positif sawit. Tabik.