• Beranda
  • Rubrik
    • Analisis
    • Artikel
    • Berita Terbaru
    • Edisi Terbaru
    • Event
    • Hama Penyakit
    • Hot Issue
    • Inovasi
    • Kinerja
    • Oase
    • Palm Oil Good
    • Pojok Koperasi
    • Profil Produk
    • Sajian Utama
    • Seremoni
    • Sosok
    • Tata Kelola
  • Tentang Kami
  • Susunan Redaksi
  • Hubungi Kami
Facebook Twitter Instagram
Jumat, 3 Februari 2023
Trending
  • Bentuk Ekosistem Logistik Nasional
  • Harga Referensi CPO Turun, Periode Februari 2023
  • DLHK Riau Minta Perusahaan Siaga Karhutla
  • Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, Sebagai Bentuk Komitmen Provinsi Sumatera Barat
  • Ibu Negara dan Oase-KIM Dukung Penguatan Pangan Nasional
  • GAPKI Bermanfaat Untuk Semua
  • Kapasitas Terpasang Pembangkit EBT 2022 Lebihi Target
  • Akibat Banjir Panen TBS Tertunda
Facebook Instagram Twitter YouTube
Majalah Sawit Indonesia OnlineMajalah Sawit Indonesia Online
Subscribe
  • Beranda
  • Rubrik
    • Analisis
    • Artikel
    • Berita Terbaru
    • Edisi Terbaru
    • Event
    • Hama Penyakit
    • Hot Issue
    • Inovasi
    • Kinerja
    • Oase
    • Palm Oil Good
    • Pojok Koperasi
    • Profil Produk
    • Sajian Utama
    • Seremoni
    • Sosok
    • Tata Kelola
  • Tentang Kami
  • Susunan Redaksi
  • Hubungi Kami
Majalah Sawit Indonesia OnlineMajalah Sawit Indonesia Online
Home » Eropa Biang Keladi Deforestasi, Jangan Tuduh Indonesia
Berita Terbaru

Eropa Biang Keladi Deforestasi, Jangan Tuduh Indonesia

By RedaksiAgustus 8, 20193 Mins Read
WhatsApp Facebook Twitter Telegram LinkedIn Pinterest Email
IMG 20190808 WA0014
IMG 20190808 WA0014
Share
WhatsApp Facebook Twitter Telegram LinkedIn Pinterest Email

BANDUNG, SAWIT INDONESIA – Tuduhan Eropa bahwa perkebunan sawit penyebab utama deforestasi, ibarat pepatah Buruk muka cermin dibelah. Semenjak ratusan tahun lalu, revolusi industri menjadi pemicu aksi deforestasi besar-besaran di Benua Eropa.

Ketua Umum GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) Joko Supriyono mengkritisi diskriminasi Uni Eropa terhadap produk minyak sawit. Isu deforestasi, HAM, hingga terakhir RED II (renewable energy directive) yang mengharuskanrsawit dikeluarkan sebagai bahan baku biofuel di Uni Eropa.

“Kriteria ILUC (indirect land use change) tidak fair dalam menghitung emisi karbon dalam perkebunan kelapa sawit,” kata Joko saat berbicara pada Seminar Internasional Himpunan Ilmu Tanah Indonesia di Bandung, Selasa (6 Agustus 2019).

Dalam konteks ILUC, Joko mengkritisi Uni Eropa dalam menganalisis tutupan lahan dan cut off date dalam perhitungan deforestasi. Eropa menghitung berdasarkan selisih karbon stok hutan primer dengan karbon stok setelah menjadi perkebunan kelapa sawit sebagai emisi sawit tanpa melihat sejarah lahan sebelum menjadi perkebunan kelapa sawit.

Baca juga :   Ibu Negara dan Oase-KIM Dukung Penguatan Pangan Nasional

“Tidak mungkin kita bisa memenuhi tuntutan keberlanjutan bagi people dan planet jika kita tidak bisa mencapai keberlanjutan dari aspek bisnis,” kata

Jika kita bandingkan ekspansi perkebunan minyak nabati di dunia, dari Departemen Pertanian AS (USDA) tahun 2017 menyebutkan pada tahun 1965, dari seluruh lahan yang digunakan untuk produksi minyak nabati, luas kebunan kedelai mencapai 52%, bunga matahari 17%, rapeseed 16%, dan kelapa sawit 8%. Lalu tahun 2016 luas perkebunan kedelai 61% , bunga matahari 12%, dan rapeseed 17%, serta kelapa sawit 10%. Dengan produktivitas pohon kelapa sawit yang 6-9 kali lipat lebih tinggi dibandingkan minyak nabati lainnya.

“Jadi sesungguhnya, Eropa dan Amerika telah melakukan deforestasi besar-besaran tetapi tidak pernah dibicarakan. Sedangkan Eropa meributkan Indonesia yang tengah berjuang membangun bangsa dengan isu deforestasi,” kata Joko.

Joko mengatakan kenyataannya lebih dari 70% pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit Indonesia berasal dari degraded land yakni lahan terbuka, semak belukar dan bekas areal pertanian, di antaranya perkebunan karet.

Baca juga :   Mandatori Biodiesel B35, Ketahanan dan Kemandirian Energi

“Ini tidak fair, seharusnya selisih karbon dihitung dari penggunaan lahan tersebut sebelum menjadi kebun sawit. Selain itu cut off date penghitungan deforestasi dimulai dari periode 2008, padahal deforestasi untuk pembukaan lahan minyak nabati lain seperti kedelai dan bunga matahari di Eropa dan Amerika sudah jauh lebih dulu dilakukan,” tegas Joko.

Perkebunan sawit berkomiten melindungi KONSERVASI dan keanekaragaman hayati.

Lebih lanjut, sebagai negara produsen minyak sawit terbesar di dunia, Isu keberlanjutan tentu saja menjadi tantangan yang harus dihadapi. Joko menegaskan sustainable palm oil, harus mengedepankan tiga pendekatan dasar yakni profit, people dan planet. Ketiga elemen tersebut harus berjalan karena saling memberikan dampak satu sama lain.

Selain black campaign dan diskriminasi UE, tantangan dalam industri kelapa sawit Indonesia adalah masalah produktivitas yang masih rendah. Joko berharap semakin banyak riset yang dilakukan untuk mengatasi masalah produktivitas perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

Baca juga :   Mentransformasi Total Pola Kemitraan Untuk Memperkuat PSR

Joko memaparkan, kurun 2008 hingga 2017 rata-rata pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit bertambah 6% setiap tahun, tidak disertai dengan kenaikan produktivitas. Dalam kurun waktu tersebut rata-rata produktivitas kelapa sawit hanya naik 3% setiap tahunnya. Dengan rata-rata yield 11 ton TBS (tandan buah segar) setiap tahunnya.

“Angka yang jauh lebih rendah dari potensi produktifitas kelapa sawit yang seharusnya bisa mencapai lebih 25 ton per hektar per tahun,” katanya.

Related posts:

  1. Kunci Sukses Mendapatkan Benih Sawit Unggul Investasi Yang Sering Terlupakan (Bagian XXXII)
  2. Cegah Corona, APROBI Distribusikan 13.500 Multivitamin Untuk 4 Panti Asuhan
  3. Prioritas Penggunaan Dana Desa 2022 Dukung Pemulihan Ekonomi Nasional
  4. Beragam Isu Dibahas dalam Pertemuan Menko Airlangga dengan Sekretaris Eksekutif UNESCAP, termasuk Penanganan Krisis Global
Share. WhatsApp Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Email Telegram

Related Posts

Bentuk Ekosistem Logistik Nasional

14 jam ago Berita Terbaru

Harga Referensi CPO Turun, Periode Februari 2023

15 jam ago Berita Terbaru

DLHK Riau Minta Perusahaan Siaga Karhutla

16 jam ago Berita Terbaru

Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, Sebagai Bentuk Komitmen Provinsi Sumatera Barat

17 jam ago Berita Terbaru

Ibu Negara dan Oase-KIM Dukung Penguatan Pangan Nasional

18 jam ago Berita Terbaru

Kapasitas Terpasang Pembangkit EBT 2022 Lebihi Target

20 jam ago Berita Terbaru

Akibat Banjir Panen TBS Tertunda

21 jam ago Berita Terbaru

Gunakan BSF, Korindo Fasilitasi Pengolahan Limbah Organik Pertama di Indonesia

22 jam ago Berita Terbaru

Era Baru BBN, Indonesia Siap Implementasikan B35

22 jam ago Berita Terbaru
Edisi Terbaru
Edisi Terbaru

Cover Majalah Sawit Indonesia, Edisi 135

Redaksi SI4 hari ago1 Min Read
Event
Event

Talkshow Sawit Indonesia Award 2022

Redaksi2 bulan ago1 Min Read
Latest Post

Bentuk Ekosistem Logistik Nasional

14 jam ago

Harga Referensi CPO Turun, Periode Februari 2023

15 jam ago

DLHK Riau Minta Perusahaan Siaga Karhutla

16 jam ago

Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, Sebagai Bentuk Komitmen Provinsi Sumatera Barat

17 jam ago

Ibu Negara dan Oase-KIM Dukung Penguatan Pangan Nasional

18 jam ago
WhatsApp Telegram Facebook Instagram Twitter
© 2023 Development by Majalah Sawit Indonesia Development Tim.

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.

Go to mobile version