Industri sawit dihadapkan kepada era normal baru yang menuju pemanfaatan teknologi dan sistem digital. Bagi sebagian pihak, teknologi dinilai beban biaya baru. Tetapi ada pandangan lain bahwa sistem ini menciptakan efisiensi dan efektivitas untuk menekan pengeluaran biaya produksi.
Dr. Ir. Purwadi, MS, Direktur Pusat Sains Kelapa Sawit Instiper Yogyakarta menjelaskan bahwa era normal baru (New Normal) merupakan momentum bagi industri sawit untuk naik kelas. Ada model bisnis dan manajemen baru dalam industri sawit salah satunya digitalisasi. “Jangan maknai pandemi sebatas bencana. Tetapi, pandemi ini sebuah transformasi bagi proses bisnis baru dan mungkin model bisnis baru,” ujar Purwadi.
Ia mengatakan secara umum sebagian besar perusahaan dan masyarakat umum mensikapi sebagai bencana. Maka orientasinya memulihkan kepada kehidupan normal. Tetapi, namanya memulihkan pasti tidak akan lebih baik dari normal, dan itu pun butuh waktu sehingga tidak naik kelas dan tidak ada transformasi.
“Tetapi lain halnya bagi industri sawit yang lebih beruntung karena di kebun masalah bisa dikelola secara terkendali bahkan memunculkan kreatifitas. Oleh karena itu, perkebunan kelapa sawit harus mensikapi masalah ini sebagai tantangan untuk bertransformasi,” ujarnya.
Di kala pandemi, industri kelapa sawit mulai bertransformasi dalam bidang operasional dan manajemen perkebunan. Sebagai upaya mencegah meluasnya wabah, pegawai sawit baik di kantor dan perkebunan diminta untuk menjaga jarak, berkerumun, dan bertatap muka secara langsung. Solusinya adalah pelaku sawit memanfaatkan teknologi dari aspek komunikasi.
“Dukungan teknologi dan inovasi pada industri kelapa sawit sangat diperlukan untuk penataan baru dalam sistem management, baik ada pandemi mau pun tidak adanya pandemi. Menghadapi pandemi COVID-19, digitalisasi bisa meminimalisir kontak serta meningkatkan efisiensi tenaga kerja,” ungkap Kacuk Sumarto, Wakil Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) pada web minar yang dilaksanakan oleh Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dengan tema “New Normal Perkebunan Sawit Pasca Pandemi COVID-19” via zoom pada Selasa, 2 Juni 2020.
Pandemi berkepanjangan mengancam kesehatan, ekonomi bahkan sosial masyarakat, sementara industri kelapa sawit tetap berjalan normal dikarenakan menjadi sebuah kebutuhan utama sebagai minyak nabati yang paling banyak dikonsumsi secara global. Digitalisasi menjadi solusi yang dilakukan pelaku bisnis untuk tetap menjalankan kegiatan operasional perkebunan dengan normal.
“Protokol kesehatan menjadi aspek utama dalam menghadapi pandemi COVID-19. Sementara, mekanisasi yang didukung dengan innovasi dan teknologi bisa menjadi pilihan untuk meminimalkan kontak sumberdaya manusia sehingga terjadi efisiensi penggunaan tenaga kerja,” tambah Dr.Winarma, Peneliti Pusat Penelitian Kelapa Sawit.
Winarna menuturkan pentingnya penyesuaian sistem dan norma yang diimplementasikan mulai dari proses pembibitan, perawatan hingga panen. Ia mengklasifikasikan hal yang dapat diterapkan dalam operasional kebun diantaranya pertama, menetapkan ancak tetap bagi setiap tenaga kerja sehingga mengurangi kontak dan mobilisasi tenaga kerja dalam proses operasional. Kedua, norma pemeliharaan sistem panen menggunakan sistem rotasi.
Ketiga, tenaga kerja harus dilengkapi dengan alat pelindung diri serta peralatan kerja masing-masing dan tidak saling bertukar alat. Ke empat, menerapkan mekanisasi pupuk sehingga dapat mengurangi tenaga kerja. Serta menerapkan “smart farming” yang didukung oleh innovasi dan teknologi seperti mekanisasi pemeliharaan, pemupukan serta panen. Pemetaan, monitoring serta analisa visual dapat memanfaatkan inovasi digital yang mendukung mekanisasi yang terintegrasi.
Purwadi menjelaskan bahwa dengan adanya pandemi ini kegiatan pengawasan dan monitoring menjadi berkurang. Alhasil, biaya perjalanan dinas berkurang. Disinilah, kesempatan bagi perusahaan sawit untuk menginvestasikan biaya perjalanan dinas untuk pemanfaatan teknologi digital.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 104)