JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Tuduhan Uni Eropa ( UE) bahwa penggunaan sawit sebagai bahan baku biodiesel meningkatkan emisi karbon, perlu dicek kebenarannya. Apalagi formulasi penghitungan emisi yang dibuat Uni Eropa tidak berlaku umum.
Merujuk studi Oliver. et.al 2017 mengenai Trends In Global CO2 and Total Greenhouse gas Emission dari PBL Netherlands Environmental Asessment Agency, disebutkan emisi EU tahun 2016 sebesar 4.43 Giga ton CO2. Sedangkan, Indonesia mempunyai tingkat emisi karbon hanya 0,92 giga ton CO2.
“Tingginya emisi karbon (Eropa) inilah yang menyebabkan pemanasan global dan perubahan lingkungan global seperti banjir, kekeringan, badai. Tidak hanya itu EU juga menghasilkan emisi gas buatan (gas F) sebesar 196 juta ton, sementara Indonesia hanya satu juta ton,” jelasnya.
Data tersebut menunjukkan bahwa emisi EU 500 persen lebih tinggi dari emisi Indonesia. Dengan kata lain EU lebih kotor dan merusak lingkungan sekitar 5 kali lebih besar daripada Indonesia. Tungkot mengatakan ini berarti produk yang dihasilkan EU lebih kotor dibanding produk produk dari Indonesia termasuk sawit.
Menurutnya apabila Uni Eropa mengkaitkan importir sawit dengan deforestasi maka Indonesia juga bisa melakukan retaliasi dengan mengkaitkan impor Indonesia atas produk produk dari EU dengan emisinya( embodied GHG emission).
“Karena data emisi tersebut menunjukkan bahwa produk Uni Eropa lebih kotor dan merusak lingkungan global dibandingkan sawit Indonesia,” pungkas Tungkot.