Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) memprediksi industri sawit 2017 akan tumbuh lebih baik dari tahun sebelumnya. Permintaan ekspor produk sawit diperkirakan naik sebesar 27 juta ton.
Joko Supriyono, Ketua Umum GAPKI, mengatakan pemerintah diharapkan dapat membantu penyelesaian hambatan perdagangan di berbai negara. Dengan begitu target ekspor produk sawit berjumlah 27 juta ton dapat ercapai. Ppermintaan ekspor sawit secara keseluruhan diperkirakan mencapai 27 juta ton. Jumlah itu naik dibandingkan 2016, dengan total ekspor sawit tercatat sebanyak 25,1 juta ton.
Menurutnya, penurunan produksi minyak sawit dalam negeri diakibatkan dari faktor cuaca karena terjadinya El Nino yang terjadi di Indonesia dengan periode cukup panjang. “Pada 2016, produksi memang turun tapi tidak banyak. Penurunan sebesar tiga persen,” papar Joko.
Dari data Gapki menunjukan, total produksi minyak sawit Indonesia pada 2016 sebanyak 34,5 juta ton yang terdiri dari crude palm oil (CPO) sebanyak 31,5 juta ton dan palm kernel oil (PKO) sebanyak tiga juta ton.
Togar Sitanggang, Sekjen GAPKI, mengatakan ekspor sawit tahun ini masih konservatif itu sebabnya asosiasi enggan terlalu optimis. “Angka 27 juta ton itu, berdasarkan perhitungan ekspor CPO sebanyak 5,5 juta ton, produk refine CPO sebanyak 18 juta ton, palm kernel oil (PKO) dan refine PKO sebanyak 1,5 juta ton, biodiesel 500 ribu ton dan oleo chemical sebanyak 1,5 juta ton,” kata Togar dalam jumpa pers Refleksi Industri Kelapa Sawit 2016 dan Prospek 2017, di kantor GAPKI, Jakarta, Januari lalu.
Menurutnya peningkatan ini ditopang kenaikan produk Tandan Buah Segar (TBS) di sejumlah wilayah yang memasuki masa panen di lahan replanting. Pada 2017, curah hujan semakin membaik setelah melewati iklim El Nino. Walaupun semester pertama produksi TBS masih rendah dibandingkan semester sebelumnya pada 2016.
“Curah hujan akan semakin membaik dibandingkan tahun 2016 karena mengalami dampak el nino, diharapkan 2017 akan semakin membaik, dampak el nino sudah menghilang. Kondisi ini akan membuat produksi CPO semakin baik, termasuk juga dalam sisi harga akan kembali ke normal. Persoalan berapa tingginya kita tidak bisa sampaikan secara pasti,” papar dia.
Tantangan industri sawit tahun ini masih terhambat sejumlah masalah terutama dari luar negeri antara lain penurunan permintaan ekspor dari negara tujuan dan soal kampanye hitam sawit dari negara Eropa. “Perekonomian kita masih mengalami masalah, perekonomian di negara tujuan ekspor melemah walaupun bersifat temporer apalagi pemakaian CPO dalam negeri mengalami peningkatan,” jelas dia.
Angka ekspor sepanjang 2016 mengalami penurunan sekitar lima persen dari ekspor 2015 yang mencapai 26,4 juta ton. Secara nilai, pada 2016 industri sawit menyumbang devisa sebesar 18,1 miliar dolar AS. Nilai tersebut mengalami penurunan sebesar tiga persen jika dibandingkan dengan nilai ekspor minyak sawit 2015 sebesar 18,67 miliar dolar AS.