Penulis: Dr. Ir. Purwadi. MS (Direktur Eksekutif Pusat Sains Kelapa Sawit – INSTIPER)
Industri sawit merupakan industri berbasis biomas, dimana daya saing akhirnya akan dibentuk mulai dari industri biomasnya sendiri, yaitu di perkebunan kelapa sawit. Daya siang yang kompetitif di perkebunan akan mengarahkan dalam daya saing industrinya. Maka sistem industri sawit berkelanjutan harus dimulai dari dari daya saing di subsistem perkebunan. Pada subsistem perkebunan ada 2 pelaku utama dalam sistem produksinya yaitu perkebunan besar dan perkebunan rakyat. Saat ini sudah sangat disadari bahwa keragaan perkebunan rakyat produktivitas rata-rata baru mencapai 60 % dari produktivitas rata-rata di perkebunan besar. Kondisi ini jika tidak segera dibenahi, maka daya saing di subsistem perkebunan akan terus melemah, daya saing menurun, yang berdampak akhir pada daya saing sistem industrinya.
Perkebunan kelapa sawit memiliki karakter khas, merupakan: (1) komoditas tanaman tahunan yang pengusahaannya minimun 25 tahun, bisa diremajakan menjadi 50 tahun dan sampai 75 – 100 tahun. (2) komoditas yang berbasis keunggulan sumberdaya alam, dimana daya saing pada awalnya mengambil peluang kelimpahan sumberdaya lahan murah dan tenaga kerja murah. (3) komoditas yang menghasilkan biomas yang menjadi bahan baku industri turunan paling banyak jenis dan penggunaannya seperti pangan fungsional, kimia organik komplek, energi terbarukan, serat dan bahan obat. (4) merupakan komoditas global yang karena perannya dalam bisnis minyak nabati dunia maka memiliki dinamika harga yang luar biasa, sangat terkait dengan produksi dan harga minyak nabati lainnya serta industri hilirnya. (5) komoditas yang lekat dengan isu-isu sustainability, oleh karena proses produksi berbasis sumberdaya alam, rentah terhadap isu kerusakan sumberdaya alam dan perubahan iklim.
Peran perkebunan rakyat yang saat ini luas areal lahan sebesar 42 %, dan diprediksi akan mencapai 50 % pada tahun 2045, dimiliki oleh 2.6 juta petani. Perkebunan kelapa sawit rakyat telah mampu mengangkat keragaan petani berpendapatan rendah menjadi petani berpendapatan menengah. Keberhasilan ini harus terus di kembangkan lebih maju, dan oleh karena tantangan yang semakin besar perlu dipertahankan dan perlu memperolah perhatian khusus dari pemerintah.
Ada 3 pelaku subsistem industri biomasa di perkebunan kelapa sawit, (1) industri hulu (petrokimia dan alat mesin perkebunan), (2) perkebunan rakyat, (3) pabrik kelapa sawit (baik milik perusahaan perkebunan maupun milik swasta tanpa kebun). Pada 3 pelaku utama ini “perkebunan rakyat” terjepit pada struktur pasar oligopoli pada pasar agrokimia dan alsin dan oligopsony di pasar TBS. Perkebunan rakyat rentan terhadap eksploitasi margin dari praktek perilaku pasar tidak bersaing sempurna dan menjadi pihak dengan daya tawar lebih rendah. Kondisi ini membuat perkebunan rakyat menjadi pihak yang lemah dan memiliki resiko paling tinggi dalam kondisi ekonomi dan bisnis yang bergolak. Perkebunan rakyat hanya akan penerima margin maksimal “normal profit”. Kelapa sawit merupakan bisnis global, sangat mengait dengan industri hulu-hilir, sangat rentan terhadap isu-isu sustainabiliti. “perkebunan kelapa sawit rakyat harus dilindungi dan dibantu” oleh “pemerintah” dan tidak menyerahkan ekosistem bisnis sepenuhnya kepada pasar bebas dan membebankan nasib perkebunan rakyat sepenuhnya kepada swasta.
Perkebunan kelapa sawit rakyat, harus di lindungi dari peluang praktek ekploitasi margin oleh industri hulu (petrokimia) dan juga industri pengolah (pabrik kelapa sawit). Target dari perlindungan itu adalah pekebun memperoleh akses tersedia nya pupuk, agrokimia lain dan alat mesin perkebunan dengan ketersediaan cukup dan harga stabil kompetitif. Memastikan tidak terjadinya pemanfaatan peluang praktek eksploitasi margin oleh perusahaan pengolah (PKS).
Perkebunan kelapa sawit rakyat harus dibantu, meningkatkan kapasitasnya agar bisa melakukan praktek produksi terbaik, sehingga mampu meningkatkan produktifitas dan efisiensi kebun serta membantu untuk terlidunginya dari tekanan terkait isu sustainability. Era daya siang perkebunan berbasis sumberdaya lahan murah dan tenaga kerja murah telah usai, perkebunan rakyat harus dibantu meingkatkan kapasitasnya, melalui; (1) memberikan kepastian dan legalitas lahan sebagai aset utama bisnisnya, (2) memberikan hibah dan atau subsidi untuk peremajaan dari tanaman yang sudah tua dan rusak, serta sarana prasarana termasuk alat mesin perkebunan (3) Pembiayaan jangka panjang dan kompetitif yang bisa dijangkau (bersubsidi dengan masa pengembalian jangka panjang sesuai karakter tanaman kelapa sawit yang merupakan tanaman tahunan), (4) mendorong dan membantu pengembangan kelembagaan produksi dan atau kelembagaan ekonomi, dengan paket sistem informasi manajamen sebgai alat bantu “governance” (5) selalu dan terus meningkatkan ketrampilan dan karakter entrepreusership pekebun, melalui pelatihan, pendidikan untuk mengembangkan “kader pelopor pembangunan perkebunan rakyat” atau mendidik “Farming Planters”, planter pekebun rakyat dengan ketrampilan mumpuni, adaptif terhadap perkembangan teknologi, memiliki karakter “entrepreuer” dan paham bisnis global. Menjadi kader pelopor, penggerak, model bagi pembangunan perkebunan kelapa sawit rakyat
Pertanyaan terbesar kita, apakah ekosistem kebijakn untuk melindungi dan membantu perkebunan rajkyat ini sudah sinergis, koheran, dan bisa dimplentasikan di lapangan? Kebijakan yang ada perlu dilakukan kajian mendalam, yang lambat dan sulit di implementasikan perlu disesuaikan, yang sudah tidak sesuai kondisinya perlu diganti, dan jika masih membutuhkan kebijakan baru untuk membangun integrasi kebijakan yang koheren dan sinergis, segera buat dan kebijakan baru.
Pembangunan perkebunan rakyat setidaknya membutuhkan 5 klaster kebijakan: (1) kebijakan terkait sumberdaya lalan dan lingkungan: (2) Kebijakan terkait pasar dan kemitraan. (3) kebijakan terkait dengan insentif pembangunan (hibah dan subsidi); (4) Kebijakan terkait dengan Pengembangan SDM; (5) kebijakan pembangunan lntegrasi pihak ketiga terkait “governance”
Berdasarkan kajian kebijakan untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit rakyat ini, selanjutnya perlu dibuat peta jalan “khusus” Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Menuju Sawit Indonesia 2045. Peta jalan jangka panjang 25 tahun, peta jalan jangka menengah 10 tahun, peta jalan jangka pendek 5 tahun. Terus di kawal bersama implentasi oleh Pemerintah, Asosiasi Petani, CSO dan para pihak terkait.
Selamat Melakukan Pertemuan Nasional Petani Sawit Indonesia
Sejahteralah Petani ku, Jayalah Petani ku, Terus Berlanjut Sawitku