PASAR CPO 2013 MASIH LABIL , SALAM SAWIT INDONESIA, Menjelang akhir tahun ini, pelaku sawit menghadapi kenyataan turunnya harga CPO di pasar global dari awal tahun. Rendahnya harga CPO yang disebabkan permintaan turun menurun di negara-negara pembeli seperti Uni Eropa dan Asia, merupakan dampak dari krisis ekonomi yang melanda dunia. Kemampuan daya beli masyarakat yang semakin menurun ini mengakibatkan penggunaan minyak makan dan produk turunan sawit ikut tergerus. Hal inilah yang membuat stok CPO di negara produsen seperti Indonesia dan Malaysia kian tinggi di tanki penyimpanan, kondisi ini berimbas kepada petani kelapa sawit di kedua negara yang menghadapi anjloknya harga buah sawit.
Memburuknya pasar CPO saat ini, diperkirakan tidak akan berlanjut pada 2013. Analis komoditas maupun peramal harga memproyeksikan komoditas CPO tetap positif di tahun depan karena dipengaruhi beberapa faktor seperti turunnya produksi minyak nabati seperti kedelai, ekonomi dunia membaik, dan adanya permintaan biodiesel. Tentu saja, semua ini masih analisa awal yang setidaknya pertanda baik bagi pelaku usaha sawit. Di dalam negeri, tidak dapat dipungkiri beragam masalah masih menghadapi industri sawit baik dari aspek regulasi, konflik, kebijakan fiskal, dan lingkungan, namun harapan tetap ada supaya industri sawit nasional dapat berkembang.
Rubrik Sajian Utama edisi ini mengulas pengendalian hama ulat api dan ulat kantong melalui cara kimiawi. Kedua hama ini memang telah menjadi momok cukup menakutkan bagi perkebunan kelapa sawit karena tidak lagi mengenal musim dalam menyerang tanaman. Ada empat produk insektisida dari perusahaan agrokimia yang berbeda untuk menjadi pokok bahasan kami. Salah satunya, Decis merupakan produk pengendali ulat api yang diproduksi PT Bayer Indonesia. Kemampuan produk ini sangatlah bagus dalam menekan jumlah ulat api yang berada di pohon sawit, karena beberapa keunggulan seperti efek repellent dan anti feeding.
Untuk rubrik Hot Issue, masalah tata ruang kami ulas karena isu ini patut dijadikan masalah nasional yang dapat menghambat perekonomian nasional. Tercatat, baru 17 provinsi yang selesai RTRWP dari total jumlah 33 provinsi di Indonesia. Akibatnya, pelaku usaha menjadi cemas status perkebunannya dapat berubah masuk ke dalam kawasan hutan atau beralih status dengan adanya perubahan RTRWP.
Kami harapkan pembaca dapat menikmati seluruh rubrik yang kami sajikan di edisi ini. Tentu saja, kami meminta supaya pembaca dapat memberikan saran dan masukan yang bermanfaat bagi majalah ini, sehingga Majalah SAWIT INDONESIA akan lebih baik ke depannya. Selamat membaca !