JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Dwi Sutoro menyatakan kesiapannya untuk melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan Joko Supriyono, Ketua Umum GAPKI periode sebelumnya.
Namanya banyak diusulkan sejumlah Gapki Cabang baik di Sumatera dan Kalimantan. Walaupun, terbilang orang baru di kepengurusan GAPKI. Tetapi pria kelahiran Semarang ini optimis dan yakin di Munas XI GAPKI, Bali, 8-10 Maret 2023.
Kembalinya PTPN ke dalam gelanggang Munas GAPKI, menjadi pertanda. Pasalnya, PTPN termasuk pendiri GAPKI pada 27 Februari 1981. Selain itu, Ketua Umum GAPKI pernah dijabat oleh Direktur PTPN III seperti Akmaluddin Hasibuan dan (alm) Joharuddin.
“PTPN termasuk salah satu pendiri GAPKI bersama perusahaan swasta lainnya. Memang dalam tiga tahun belakangan PTPN sedang fokus pembenahan internal. Alhasil muncul kesan tidak banyak ikut serta dalam kegiatan GAPKI,” ujar Dwi Sutoro, Direktur Pemasaran Holding Perkebunan Nusantara III (Persero).
Menurutnya, PTPN akan kembali mewarnai GAPKI sebagai organisasi. Bagi Holding, kini masanya untuk berserikat dan berkumpul bersama sama dalam menghadapi tantangan dan mewujudkan kesempatan yang ada. Cara ini akan lebih bagus kalau dilakukan bersama-sama.
Jejak karir Dwi Sutoro dimulai di sejumlah perusahaan seperti Unilever dan PT Kievit Indonesia. Dunia komoditas perkebunan sebenarnya bukan hal baru.
“Di Unilever, saya telah memahami karakter sawit dan penggunaannnya bagi dunia industri,” ujar Lulusan ITB Teknik Kimia ini.
“Secara pribadi saya siap maju di Munas GAPKI mendatang. Di GAPKI, saya baru dua tahun ikut di dalam kepengurusannya menjabat Ketua Bidang Agroindustri,” ujar lulusan Monash University Australia ini.
Jelang Munas GAPKI, Dwi Sutoro aktif bertemu sejumlah tokoh perkelapasawitan dan akademisi. Ia ingin menyerap dan mendapatkan masukan untuk mencari berbagai persoalan di industri sawit.
“Pak Joko Supriyono sudah sangat baik memimpin GAPKI. Saya akan menjaga organisasi dan industri ini, bahkan membawanya lebih baik,” jelas Dwi.
Salah seorang tokoh sawit menjelaskan sosok Dwi Sutoro dapat memberikan warna baru bagi GAPKI. Karir profesionalnya sudah teruji baik dan cepat belajar. Selain itu, posisinya sebagai profesional di BUMN Perkebunan akan lebih menjadi jembatan dengan pemerintah dalam penyelesaian sawit.
“Saya pikir GAPKI perlu warna baru di level kepemimpinan,” ujarnya.
Dikatakan Dwi, posisi GAPKI sangat penting karena sawit merupakan satu ekosistem besar dan menjadi bagian dari masyarakat Indonesia. Maka, semua perusahaan anggota GAPKI harus bersama-sama menyuarakan posisi strategis sawit.
“Perusahaan sawit swasta dan PTPN, baik yang kecil maupun besar harus berjalan bersama di bawah payung GAPKI. Tentu saja, kita gandeng pemerintah dalam membangun tata kelola bisnis sawit. Untuk itu, perlu ada pendapatan, infrastruktur dan kebijakan yang harus ditata,” tambahnya.
Dengan kontribusi devisa mencapai Rp 500 triliun setiap tahun. Dijelaskan Dwi bahwa kontribusi sawit luar biasa besar bagaimana menempatkan kontribusi agar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
“Ke depan, peranan GAPKI perlu ditingkatkan sebagai mitra pemerintah untuk membahas isu dan persoalan berkaitan sawit di masyarakat. Misalkan ada regulasi yang akan berdampak kepada industri sawit, GAPKI dapat memainkan peran dalam memberi masukan. Banyak ahlinya baik dari pengurus dan anggota GAPKI yang memahami industri sawit,” ujar Dwi.
Menurutnya, ketika bekerjasama dengan stakeholders maka yang diangkat tinggi bukan hanya bendera GAPKI melainkan bendera Indonesia. Mengingat besarnya kontribusi sawit bagi perekonomian, sosial, dan lingkungan. Industri ini menghasilkan devisa ekspor sebesar Rp 500 triliun per tahun. Dari segi penyerapan tenaga di atas 17 orang baik langsung dan tidak langsung.
“Kami harapkan pemerintah semakin mendukung industri sawit ke depannya. Jangan sampai muncul regulasi yang melemahkan pelaku usaha dan bisnis sawit. Disinilah pentingnya GAPKI menjaga keberlanjutan sektor sawit,” pungkasnya menutup pembicaraan.