JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) mengirimkan surat kepada Antonio Tajjani, Presiden Parlemen Eropa untuk mengungkapkan kekecewaannya terhadap kebijakan Renewable Energy Directive (RED) II Uni Eropa dan delegated act.
Melalui surat ini, Gulat ME.Manurung, Ketua Umum APKASINDO, menuturkan di saat Uni Eropa mengkampanyekan penggunaan energi bersih untuk lingkungan yang lebih baik, tetapi Eropa memilih untuk melakukannya dengan membahayakan hidup kita. Sebab, industri kelapa sawit di Indonesia terbukti berkontribusi terhadap pembangunan di masyarakat pedesaan.
“Hingga sekarang, industri sawit menyediakan pekerjaan untuk lebih dari 2,3 juta petani kecil dan 4,6 juta pekerjanya. Jika kita melihat lebih dekat, itu menjadi sumber penghidupan bagi lebih dari 20 juta orang, jika kita menghitung semua pekerja dan keluarga mereka yang bergantung pada industri,” jelas Gulat.
Lebih lanjut Gulat menyatakan Eropa perlu mempertimbangkan kebijakan yang dibuatnya karena akan berisiko terhadap jumlah angka pengangguran, kemiskinan dan kehilangan akses ke layanan kesehatan dan pendidikan dasar,
“Meskipun kami adalah petani kecil, kami terus meningkatkan cara memproduksi minyak kelapa sawit secara berkelanjutan. Kendati ada biaya yang harus kami tanggung untuk mendapatkan produk bersertifikat untuk memenuhi standar teknis yang semakin meningkat yang diperlukan khususnya oleh peraturan Eropa,” terang Gulat.
Menurut Gulat, semua upaya yang tadi sayangnya hanya memicu UE untuk mengabaikan kemajuan dan ‘menghukum’ petani kecil dengan mendiskriminasi minyak sawit dan tampaknya menjadikan standar teknis sebagai tiang gawang yang terus bergerak.
Demi menjamin keberlangsungan hidup petani, kata Gulat, pihaknya meminta jaminan perlakuan yang adil sebagai insentif untuk memotivasi petani dalam memproduksi minyak sawit yang lebih baik.
“Saya mengetahui bahwa tindakan UE berusaha memberikan lebih banyak peluang pasar bagi minyak rapesedd yang ditanam sendiri di UE dan menguntungkan petani setempat. Namun, Tuan Presiden, saya percaya sebuah lembaga sebesar Uni Eropa tentu tahu cara yang jauh lebih baik untuk memberikan peluang daripada mendiskriminasi satu komoditas dengan komoditas lainnya,” ujarnya.
APKASINDO menegaskan kembali bahwa minyak kelapa sawit memberikan pemasukan vital bagi masyarakat miskin mengingat lebih dari 40% hasil panen berasal dari petani kecil. Diskriminasi terhadap komoditas ini, terutama yang didasarkan pada kriteria yang cacat secara ilmiah adalah kontraproduktif, tidak hanya dengan konservasi lingkungan, tetapi juga pada dimensi sosial ekonomi yang lebih luas dari pembangunan berkelanjutan.
“Uni Eropa harus secara bijaksana menempatkan pertimbangan seimbang antara tiga dimensi pembangunan berkelanjutan. Alih-alih mempromosikan satu dengan mengorbankan yang lain sebelum mengambil keputusan apa pun di mana dampaknya melampaui wilayah UE.”
Gulat mengharapkan Antonio Tajjani selaku Presiden Parlemen Eropa mempertimbangkan dengan bijak, konsekuensi dari peran UE untuk menempatkan jutaan jiwa dalam risiko kemiskinan sebelum memutuskan lebih jauh tentang kebijakan diskriminatif ini yaitu RED II dan Delegated Act-nya.