Menurut Tatang, biodiesel merupakan bahan bakar terbarukan dan memanfaatkan bahan mentah lokal. “Pengembangan biodiesel di Indonesia sangat menjanjikan. Bahan mentah semuanya ada disini,” ujar Tatang.
Dia mengungkapkan, salah satu yang diperangi Uni Eropa ke Indonesia terkait biodiesel sawit karena ini akan mematikan petani bunga matahari, kedelai dan rapeseed mereka. “Toh, biodiesel sawit kita lebih bagus mutunya ketimbang biodiesel yang eropa hasilkan,” kata dia.
Kemudian biodiesel membuat emisi kendaraan diesel lebih bersih. Termasuk kendaraan diesel yang sudah menggunakan diesel biohidrokarbon (D100 atau HVO) yang diproduksi tanpa maupun dengan proses isomerisasi.
“Diesel biohidrokarbon ditambah biodiesel itu emisinya jadi lebih bersih. Dan di eropa standar D100 mereka sudah mengizinkan bisa ditambahin biodiesel dari minyak nabati mereka,” tandas dia.
Indonesia kekurangan bahan baku BBM dan inovasi biofuel sangat dibutuhkan untuk mengatasi defisit pasokan minyak bumi. “Kita kekurangan bahan BBM, rakyat butuh pekerjaaan dan kecuali
bangsa Indonesianya bodoh atau tak inovatif itu mengatakan biodiesel tidak ada masa depannya,” jelas Tatang.
Dia menyebutkan, semua minyak lemak bahan mentah terbaik produksi bahan bakar nabati (BBN) ada di negara Indonesia. “Kita baru kembangkan kelapa sawit, sedangkan komoditas lain tertatih-tatih dan tertinggal,” ujar dia.
Tatang mengungkapkan, tanaman nyamplung dan pongam sebenarnya itu lebih ditangani Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). “Namun kementerian itu masih tidur atau terlena dalam pengertian bioenergi itu kayu. Padahal nilai tertinggi bioenergi itu minyak bukan pohon,” kata dia.
Menurut dia, sumber lain harus dikembangkan karena seluruh produksi kelapa sawit dikerahkan tidak akan cukup. “Produksi sawit sekarang sekitar 50 juta ton itu hanya ekuivalen produksi 800 barel per hari. Selain itu, sawit juga harus memenuhi kebutuhan pangan dan lain-lain,” tambah Tatang.
Dia menegaskan bahwa biodiesel sawit memiliki kualitas terbaik di dunia, Indonesia pun sudah mencapai B30. “Sedangkan negaranegara barat baru sampai B7 dan kualitas biodiesel kita paling baik daripada negara lain,” ujar Tatang.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 111)