Kasdi Subagyono mengaku bangga dapat bertemu dengan pejuang sawit yang tergabung dalam Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) dalam rangkaian acara pertemuan nasional petani sawit APKASINDO, pada akhir Februari lalu, di Jakarta.
Acara yang dihadiri perwakilan dari Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) APKASINDO se-Indonesia menjadi momen bagi Direktur Jenderal Perkebunan untuk menyampaikan gagasan dalam perbaikan tata kelola perkebunan kelapa sawit.
Pada kesempatan itu, Kasdi Subagyono yang resmi dilantik menjadi Direktur Jenderal Perkebunan pada awal Februari 2019 dapat bertatap muka langsung dengan “para pejuang sawit”. Ada beberapa poin yang disampaikan terkait dengan Kebijakan Pemerintah dalam Produktivitas kebun rakyat dan Industri Energi Terbarukan.
Sebagai Bapak pembina petani, Kasdi menerima berbagai pertanyaan dan keluhan mereka. Semua pertanyaan dijawab untuk membantu petani. “Saya sangat senang berada di antara rekan-rekan petani,” ujar Kasdi.
Seperti diketahui, Industri kelapa sawit mempunyi peran yang cukup strategis pada tataran nasional. “Industri sawit merupakan industri padat karya karena membutuhkan sumber daya manusia yang cukup banyak. Selain itu, industri sawit mempunyai nilai ekspor lebih besar dari sektor minyak dan gas (migas), total nilai ekspor pada 2018 sebesar 247 triliun,” ujar Kasdi .
Selanjutnya, Kasdi menambahkan industri sawit mampu menciptakan lapangan kerja (4,2 lapangan kerja langsung dan 12 juta lapangan kerja tak langsung), industri sawit juga membuka lapangan pekerjaan pertanian (41% petani sawit 2,3 juta lapangan kerja di bidang pertanian yang menyerap 4,6 juta pekerja dan 59% perusahaan sawit),” tambahnya.
Tidak hanya itu, lanjutnya, industri sawit juga berperan dalam ketahanan energi karena minyak sawit mampu menggantikan penggunaan bahan bakar fosil 2,3 juta kl melalui program mandatori Biodiesel dari Agustus hingga April 2018. Dan, yang tidak kalah penting industri sawit dapat menghemat devisa negara sebesar US$ 2,26 milyar atau setara Rp30 triliun.
Menurut Kasdi, industri sawit sebagai industri padat karya, karena jutaan masyarakat bergantung pada industri sawit Indonesia. Pertumbuhan industri ini juga mempunyai peran penting pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Data dari Direktorat Jenderal Perkebunan mencatat luas area perkebunan kelapa sawit Indonesia pada 2018 sebesar 14,31 juta hektar (PBS 54%, PBN 5%, Perkebunan Rakyat 41%) dengan total produksi 45,56 juta ton (PBS 60%, PBN 6%, perkebunan rakyat 34%).
Dan, untuk melihat perkembangan harga Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit usia tanaman 10 – 20 tahun Januari 2018 – Januari 2019 yang mulai berangsur naik menjadi harapan baru bagi petani sawit. Namun, agar harga TBS dapat stabil, hilirisasi menjadi cara yang tepat untuk mengembangkan industri sawit berkelanjutan.
Selain itu, dengan adanya mandatori B-20 berbahan baku Kelapa Sawit yang diimplementasikan sejak 1 September 2018 juga menjadi sinyal keberpihakan pemerintah mendukung program industri energi terbarukan. Dan, menjawab tantangan semakin menipisnya cadangan minyak bumi nasional.
Patuhi ISPO
Kendati, industri sawit sudah menggungguli industri minyak dan gas (migas) dan batubara. Tetapi industri ini juga tidak menuntup kemungkinan menghadapi tantangan. Ada delapan tantangan yang harus dihadapi industri sawit antara lain (1) Produktivitas rata-rata 3,6 ton/ha/tahun. potensi 5-6 ton/ha/tahun, (2). Data, belum tersediannya satu data dan satu peta, (3). Terindikasinya kawasan hutan dan KHG, terindikasi 1,7 juta hektar sawit berada dalam kawasan hutan, (4). Legalitas dan perizinan, masih terdapat kebun sawit belum memiliki legalitas (SHM, HGU, STDB), (5). Gangguan usaha dan konflik, harmonisasi PBS/PBN dengan pekebun rakyat yang menurunkan protes, (6). Kerusakan lingkungan dan kebakaran, belum sesuainya pembangunan dengan prinsip sustainable, (7). Negative Campaign, tuntunan negara konsumen khususnya Uni Eropa, (8). Hilirisasi, belum banyaknya produk turunan Crude Palm Oil (CPO) yang dihasilkan.
Untuk itu, Kasdi menekankan perlunya ada perbaikan tata kelola kelapa sawit di antaranya melalui sistem informasi (Sisbun Perkebunan) yang bertujuan untuk mewujudkan satu data satu pintu untuk pengambil kebijakan, perencanaan, monitoring dan evaluasi, perizinan perkebunan.
Dan, terbitnya Inpres No 8 tahun 2018 tentang penundaan dan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit serta peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit juga menjadi bagian untuk peningkatan tata kelola sawit berkelanjutan.