Dr.Iman Yani Harahap resmi menjabat Direktur Utama PT Riset Perkebunan Nusantara pada 12 November 2019. Doktor Lulusan Institut Pertanian Bogor ini dipercaya mengelola perusahaan yang membawahi 6 pusat penelitian yang berorientasi sektor perkebunan. Enam pusat penelitian ini adalah Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Pusat Penelitian Karet, Pusat Penelitian Teh dan Kina, Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, dan Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia. Jumlah peneliti di bawah RPN mencapai 244 orang.
“Pusat penelitian harus berkembang karena mereka center of excellence. RPN ini berfungsi membantu asistensi dan fasilitas bidang kerjasama. Sementara, eksistensi puslit yang harus diperkuat,” ujar Iman Yani saat berjumpa di kantornya.
Ia mengatakan sebagai perusahaan berbasis riset sejatinya pusat RPN terletak di pusat penelitian itu sendiri. Inilah tantangan menjadikan masing-masing pusat penelitian dapat dikelola baik oleh RPN sehingga mereka terus sustainable dan dapat berkembang.
“Jangan orang kenal RPN hanya sawit atau karetnya saja. Kami ingin RPN dikenal sebagai lembaga riset yang mewadahi komoditas seperti karet, tebu, teh, kopi, dan kina. RPN juga fokus mengembangkan riset sektor hilir perkebunan,”ujarnya.
Selain itu, Iman Yani ingin peneliti RPN selalu berpikir inovasi. Tidak lagi sebatas berteori dan menulis paper ilmiah. “Peneliti RPN harus berpikir sebagai inovator. Datang ke kantor, mereka berpikir inovasi,” tegasnya.
Iman Yani menyadari tugas yang diembannya tidaklah mudah. Secara kelembagaan, RPN baru berjalan 10 tahun. Kendati dari perjalanan sejarah, pusat penelitian di bawahnya sudah berdiri semenjak era jaman Kolonial. Tugas utama RPN dikatakan Iman Yani adalah mendukung daya saing dan produktivitas perkebunan Holding Perkebunan Nusantara.
“RPN ini mendukung kebutuhan riset dan teknologi di holding PTPN. Selain itu, kami punya kemampuan melayani petani dan sektor swasta,” jelasnya.
Tim redaksi Majalah Sawit Indonesia berkesempatan mewawancarai Dr.Iman Yani Harahap setelah kegiatan sertijab. Dalam kegiatan ini ia didampingi Dr.Edy Suprianto selaku Sekretaris Perusahaan. Berikut ini petikan wawancara kami:
Seperti apa tantangan yang dihadapi sektor perkebunan di masa mendatang?
Sektor perkebunan telah menjadi bagian industri. Eranya tidak lagi menghasilkan produk primer yang dibutuhkan sekarang produk bernilai tambah. Artinya yang bisa mengelola nilai tambah di hilir adalah industri. Memang, komoditas pertanian akan menghadapi tantangan fluktuasi harga. Persoalan harga berkorelasi dengan praktik Good Agricultural Practices (GAP). Saat harga turun akan berdampak kepada pelaksanaan GAP untuk menekan biaya. Hal inilah yang menjadi tantangan ke depan supaya standar GAP tidak lagi dikorbankan.
Kelapa sawit sekarang ini bernilai tambah paling tinggi. Komoditas ini dapat dimanfaatkan untuk energi, pangan, dan kosmetik sampai farmasi. Bicara tebu dapat dimanfaatkan unutk energi dan pangan menjadi gula. Inilah tantangan kegiatan riset masing-masing komoditas yang diwakili pusat penelitian.
Jangan orang kenal RPN itu hanya sawit, tebu, atau karet saja. Tetapi, kami ingin RPN dikenal sebagai lembaga riset kompeten dan teruji sebagai wadah berbagai komoditas.
Bagaimana memperkuat pusat penelitian yang berada di bawah naungan RPN?
RPN memiliki enam pusat penelitian komoditas dimana merekalah yang menjadi pusat kegiatan penelitian (center excellence). Sementara, RPN bertugas membantu asistensi dan fasilitasi bidang kerjasama dengan pusat penelitian tersebut. Jadi, kami ingin eksistensi puslit terus berkembang. Inilah tantangan supaya masng-masing puslit dapat dikelola baik oleh RPN sehingga dapat berkelanjutan dan lebih maju.
(Selengkapnya dapat di baca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 97)