Di usia ke-48, Dr. Arif Satria dipercaya memimpin Institut Pertanian Bogor periode 2017-2022. Pria kelahiran Pekalongan ini termasuk jajaran rektor termuda di Indonesia. Bagaimana pandangannya terhadap sektor kelapa sawit?
Dalam pandangan Arif Satria, industri sawit perlu memerhatikan dua aspek penting untuk peningkatan kemajuan industri sawit. Pertama, kita harus memerhatikan aspek sustainability, itu komitmen harus dimiliki semua baik LSM,akademisi, dan pengusaha. Komitmen ini sangatlah penting karena menjadi perhatian dunia.
“Dengan membuktikan Indonesia menerapkan praktik sustainability di lapangan. Maka, saya yakin dunia akan mengakuinya. Bahkan tidak hanya aspek sustainability, melainkan ada perang dagang juga,” jelasnya.
Aspek kedua adalah penguasaan teknologi. Menurutnya, teknologi semakin canggih berbasis IOT, drone, block chain, dan artificial intelligent. Teknologi ini sudah saat diaplikasikan di perkebunan sawit. Sekarang ini industri kelapa sawit membutuhkan perhatian langsung dalam teknologi sudah berkembang sedemikian maju yang menjadi perhatian peneliti IPB University termasuk mahasiswa S-1 yang tertarik untuk meneliti kelapa sawit.
Di bidang teknologi, sudah ada inovasi pemupukan bernama Precipalm (Precision Agriculture Platform for Oil Palm). Inovasi ini diinisiasi IPB bersama sejumlah pihak untuk membantu kegiatan pemupukan yang efisien dan efektif. Teknologi ini memberikan rekomendasi pemupukan Nitrogen, Phosfat dan Kalium (NPK) pada tanaman kelapa sawit lewat citra daun. Inovasi ini berbasis aplikasi yang ditopang oleh satelit Sentinel 2 yang datanya diolah pakai Decision Support System Fertilizer (DSSF) atau Sistim Pendukung Keputusan Pemupukan, dengan demikian ndustri sawit dapat mengetahui tingkat kesuburan tanah dan tanaman.
Menurut Arif Satria, penerapan teknologi ini merupakan strategi IPB terus berbenah menuju tercapainya IPB 4.0. Baik transformasi bidang pendidikan, penelitian maupun pengabdian masyarakat.
“Saya senang dengan semakin banyak mitra yang memanfaatkan inovasi IPB University maka itu semakin bagus. Berarti inovasi yang telah dihasilkan IPB University ada added value yang bisa kita sematkan kepada mitra, sehingga beberapa inovasi teknologi IPB University bisa dimanfaatkan untuk kemajuan industri pertanian,” tutur Arif.
Menurut Arif, Precipalm dapat menghemat biaya pemupukan pada kelapa sawit sekitar 10-15 persen. “Kalau kita bisa menghemat pupuk sebesar 10 sampai 15 persen, biaya pupuk bisa ditekan sebesar 400 miliar rupiah, angka ini lumayan besar. Kuncinya industri perkebunan adalah pupuk, kalau pupuk berhenti ya sudah, nutrisi untuk tanaman tidak ada,” tambahnya.
Dalam pandangan Arif, sangatlah penting meningkatkan akurasi dan efektifitas pemupukan di perkebunan sawit PTPN. Menurut dia, pemupukan selama ini menjadi bagian dari proses produksi yang memerlukan biaya sangat tinggi.
“Dengan dikenalkan pemupukan presisi menjadi penting. Untuk itu,diharapkan bisa tercipta pemupukan yang tepat sesuai kebutuhan tanaman, sehingga efisiensi dapat terwujud dan pembiayaan pemupukan bisa lebih dihemat,” katanya.
Ia menuturkan, sistem ini merupakan bagian dari karakteristik agroindustri 4.0 dengan pemanfatan sensing devices, drones, satelites, dan IoT. Penggabungan antara satelit dan drone untuk saling mengoptimalkan fungsi sistem ketika berhadapan dengan kendala tutupan awan (untuk satelit) dan luasan tangkap citrayang terbatas (untuk drone).
(Selengkapnya dapat di baca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 95)