JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Ekspor produk sawit ke negara tujuan utama mengalami penurunan akibat situasi perekonomian global. Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI). Penurunan ekspor terjadi hampir ke semua negara tujuan yaitu ke China turun 381 ribu ton (-57%), ke EU turun 188 ribu ton (-30%), ke India turun 141 ribu ton (-22%), dan ke Amerika Serikat turun 129 ribu ton (-64%).
Sementara itu, ekspor sawit Indonesia ke Bangladesh naik 40 ribu ton (+52%). “Penurunan ekspor yang cukup drastis dalam bulan Januari kemungkinan karena masih tersedianya stock di negara-negara importir utama, atau importir menunggu respon pasar terhadap program B30 yang diterapkan Indonesi,” ujar Mukti Sardjono, Direktur Eksekutif GAPKI dalam keterangan tertulis.
Mukti menjelaskan situasi politik ekonomi dunia akhir-akhir ini dan harga minyak bumi yang tidak menentu karena ketidaksepakatan antara OPEC dengan Rusia.
Selain itu, terjadi pandemik corona yang melanda hampir di seluruh dunia, menyebabkan perlambatan kegiatan ekonomi global yang berakibat pada penurunan konsumsi minyak nabati terutama minyak nabati yang diimpor.
Memasuki awal tahun 2020, harga CPO meningkat menjadi rata-rata USD 830/ ton Cif Rotterdam (Januari) dibandingkan harga rata-rata pada Desember 2019 yaitu USD 787/ton. Harga yang baik ini diharapkan akan menjadi penyemangat bagi pekebun dan perusahaan perkebunan untuk memelihara kebun dengan lebih baik agar mendapatkan produktivitas yang tertinggi.
Produksi CPO pada bulan Januari 2020 sedikit mengalami kenaikan dibandingkan dengan produksi bulan Desember 2019 yaitu 3,48 juta ton dibanding dengan 3,45 juta ton. Konsumsi domestik juga sedikit naik dari 1,45 juta ton menjadi 1,47 juta ton (+1,8%) sementara ekspor turun cukup banyak yaitu dari 3,72 juta ton menjadi hanya 2,39 juta ton (-35,6%). Penurunan ekspor terjadi pada CPO, PKO, biodiesel, sementara oleokimia naik dengan 22,9%.
Terkait dengan pandemi corona, BNPB mengkhawatirkan bahwa cekaman covid-19 di dalam negeri akan berlangsung sampai lebaran, sementara banyak pakar dunia memperkirakan puncak pandemik corona akan terjadi pada sekitar bulan Mei-Juni. Situasi ini dikhawatirkan akan menekan harga minyak nabati termasuk minyak sawit.