Strategi Pemerintah Perkuat Industri Hilir
Industri hilir kelapa sawit semakin menjanjikan dan nilai tambahnya cukup besar 3-4 kali lipat dibandingkan sektor hulu. Di kala pandemi, pemerintah membantu kalangan industri melalui insentif dan berbagai kebijakan lain.
Dilihat dari kinerjanya industri sawit menjadi salah satu industri yang mampu bertahan dan berkontribusi pada perekomonian selama masa pandemi Covid-19 yang berlangsung sejak tahun lalu. Terutama industri hilir sawit termasuk industri oleokimia dan fitonutrien.
Meskipun industri sawit sempat mengalami penurunan pada konsumsi untuk pangan dari 801 ribu ton (Januari 2020) menjadi 638 ribu ton (Juni 2020). Tetapi, meningkat lagi pada Desember 2020 sebesar 723 ribu ton.
Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan, Kementerian Perindustrian, Emil Satria mengatakan pandemi Covid-19 selama tahun 2020 berdampak pada semua sektor industri tak terkecuali industri sawit. “Ada beberapa dampak yang dirasakan industri sawit antara lain terjadi penuruan konsumsi untuk pangan dari 801 ribu ton (bulan Januari 2020) menjadi 638 ribu ton (Juni 2020), meningkat lagi 723 ribu ton (Desember 2020). Kita harapankan konsumsi untuk pangan dapat ditingkatkan lagi,” ujar Emil.
Perkembangan industri hilir sawit dijelaskannya dalam Dialog Webinar bertemakan “Fitonutrient Sawit Untuk Kesehatan dan Personal Care” yang diselenggarakan APOLIN dan Majalah Sawit Indonesia, pada akhir Maret 2021. Kegiatan ini mendapatkan dukungan penuh dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Selain itu, lanjut Emil, terjadi kenaikan konsumsi produk oleokimia dari 89 ribu ton (Januari 2020) menjadi 197 ribu ton (Desember 2020). Ini disebabkan karena ada kenaikan konsumsi Biofuel dari B20 ke B30. Dan, ada penurunan ekspor dari 37,39 juta ton (2019) menjadi 34,0 juta ton (2020).Namun karena harga CPO dan produk turunan meningkat maka kinerja nilai ekspor mengalami kenaikan dari USD 20,22 miliar (2019) menjadi USD 22,97 miliar.
Mengingat industri sawit sebagai industri strategis nasional. Pemerintah juga membuat roadmap kelapa sawit nasional 2045 untuk mewujudkan visi hilirisasi 2045, Indonesia menjadi pusat produk turunan minyak sawit dunia sehingga mampu menjadi price setter (penentu harga) CPO global.
Dengan roadmap kelapa sawit nasional 2045, Emil menyebut ada benefit yang di dapat antara lain : (1) Industrialisasi (substitusi impor dan promosi ekspor/devisa), (2) Menyehatkan neraca RI dan memperkuat nilai tukar rupiah, (3) Kedaulatan pangan, penguatan diversifikasi industri dan kedaulatan energi, (4) Driver pembangunan daerah sentra produsen sawit dan perekonomian nasional, (5) Penghematan emisi melalui industri yang ramah lingkungan dan lestari berkelanjutan.
“Terutama, hilirisasi kelapa sawit untuk produk pangan dan kesehatan, tujuannya untuk mencukupi nutrisi masyarakat, memperkenalkan produk baru pangan modern turunan minyak sawit, menjamin keamanan pangan nasional, memperkuat basis industri makanan minuman berbahan baku turunan minyak sawit,” ungkapnya.
Sementara itu, hilirisasi kelapa sawit untuk produk oleokimia dan biomaterial yang menghasilkan beberapa produk di antaranya sabun, deterjen, kosmetik, lilin dan lainnya. Produk-produk ini diharapkan dapat membanggakan produk dalam negeri.
Selanjutnya, Emil menambahkan tujuan dari hilirisasi yaitu untuk memperkenalkan produk baru material yang mensubstitusi material dari sumber tak terbarukan (petrochemical), mendorong produksi biomaterial baru untuk substitusi impor, memperkuat basis industri pengguna biomaterial basis sawit.
(Selengkapnya dapat di baca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 114)