JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Asosiasi Kabupaten Penghasil Sawit Indonesia (AKPSI) meminta restu kepada pemerintah untuk menerapkan aturan retribusi TBS sawit sebesar Rp 25/kg. Dana ini akan digunakan bagi pembangunan daerah setempat.
“Kami ingin ada keseimbangan. Disitu ada kepentingan negara, investasi dan masyarakat supaya roda ekonomi berjalan baik. Kita minimal Rp25 per kg dan itu sudah mencukupi, sudah ada rasa adil di hati kami,” kata Ketua Umum Asosiasi Kabupaten Penghasil Sawit Indonesia (AKPSI) Yulhaidir dalam acara Penyerahan Data Perkebunan Sawit Kabupaten dalam rangka Audit Perkebunan Sawit Seluruh Indonesia, Kamis (7 Juli 2022).
Usulan ini langsung disampaikan kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam pertemuan tersebut.
Yulhaidir menjelaskan bahwa pungutan yang masuk akan diberikan daerah untuk memperbaiki layanan kepada masyarakat. Untuk itu, AKPSI juga meminta pemerintah membuat kebijakan terkait pembagian dana hasil kelapa sawit kepada masing-masing kebun kabupaten penghasil sawit.
“Saat ini, kami merasa kurang adil karena kami sebagai kabupaten penghasil selama ini tidak ada bagi hasil dari kabupaten dari sektor sawit. Selanjutnya, UU tersebut segera diimplementasikan dengan peraturan pemerintah atau dengan peraturan menteri keuangan supaya daerah juga mendapatkan dana bagi hasil dari sektor sawit dan turunannya,” kata Yulhaidir.
Diharapkan Yulhaidir, terbitnya aturan pelaksana ini maka petani dan pengusaha di kabupaten penghasil sawit dapat diuntungkan dari hasil produksi sawit dalam negeri.
Untuk pembentukan beleid itu, Yulhaidir mengatakan asosiasinya bersedia menyusun rancangan awal undang-undang yang dapat diserahkan untuk disahkan pemerintah. Ia juga meminta agar regulasi itu dimasukkan ke dalam Prolegnas Prioritas 2023.
“Itu kami serahkan ke pemerintah pusat, nanti pemerintah pusat yang mengatur seperti apa. Yang jelas, kami kabupaten penghasil sawit ini ada,” ujar Yulhaidir.
AKPSI juga menyampaikan empat isu utama soal sawit untuk segera ditangani pemerintah. Isu pertama adalah soal perlindungan dan pemberdayaan petani, kedua penyelesaian konflik lahan sosial, ketiga masalah keberlanjutan lingkungan, dan terakhir peningkatan nilai tambah industri sawit.