JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Penggunaan definisi kebun sawit ilegal tidaklah tepat karena yang terjadi hanyalah kebun sawit yang belum beres legalitasnya. Dr. Tungkot Sipayung, Direktur Eksekutif PASPI mengatakan pembangunan usaha perkebunan sebagai sumber mata pencaharian merupakan amanat yang dilindungi UUD 1945. Tanaman kelapa sawit juga merupakan salah satu tanaman perkebunan yang legal dalam UU perkebunan.
“Tidak ada larangan dalam peraturan perundang- undangan yang melarang kelapa sawit ditanam. Oleh karena itu, tidak ada kebun sawit yang ilegal/ dilarang. Berbeda dengan tanaman ganja, itu dilarang atau ilegal,”ujarnya .
Tungkot menyatakan sebagian kebun sawit masih belum lengkap legalitasnya, itu persoalan administrasi ketatanegaraan (kebijakan administrasi tenurial/ land use). Ketidaklengkapan administrasi negara tidak boleh meniadakan hak hak konstitusi dasar.
Dilanjutkan Tungkot bahwa legalitas kebun sawit itu adalah kewajiban pemerintah, bagian layanan publik, bagi warga negaranya. Sebab pemerintah dibentuk rakyat adalah untuk melindungi dan melayani rakyat melalui layanan legalitas usaha. Dan hanya pemerintah yang berhak memberikan legalitas dan tidak boleh dari pihak lain.
“Karena itu jika legalitas yang diperlukan kebun kebun sawit belum lengkap apalagi sudah diusulkan , itu adalah kealpaan pemerintah,” jelasnya.
Dalam perkebunan saat ini terdapat empat legalitas yang mesti diberikan pemerintah yakni legalitas lokasi, Sertifikat/ surat tanah dan Surat Tanda Daftar Budidaya (STBD) dan legalitas badan usaha. Menurut Tungkot, keterbelakangan kita membenahi tata administrasi pemerintahan ( governance) di masa lalu, menyebabkan hampir semua petani, pekebun di Indonesia belum memiliki legalitas diatas. Dapat dikatakan petani padi, petani sayuran, peternakan, perikanan, perkebunan termasuk kebun sawit rakyat, sebagian besar belum memiliki keempat legalitas berusaha pertanian tersebut.
“Apakah kita sanggup mengatakan bahwa pertanian tersebut yang menyediakan bahan pangan bagi kita selama ini kita sebut ilegal? ” tanya Tungkot.

Dari keempat legalitas tersebut yang paling bermasalah adalah SK lokasi yang terkait dengan SK pelepasan kawasan. SK lokasi tidak clear, maka sertifikat lahan dan STDB tidak bisa clear.
SK pelepasan kawasan menjadi masalah di Indonesia karena terjebak dalam paradigma bahwa seluruh daratan di Indonesia adalah kawasan kehutanan. .
Di level lapangan, dikatakan Tungkot, batas batas mana hutan lindung/ konservasi, hutan produksi juga sampai saat ini belum dibuat batas batas yang mudah diketahui masyarakat. Setelah petani buka kebun, tiba-tiba oleh aparat kehutanan di daerah dinyatakan sebagai kawasan hutan. “Memang ada juga yang nakal nakal, sudah tahu hutan lindung masih juga dibuka,” paparnya.
Tungkot mengharapkan sebaiknya semua pihak beritikad baik untuk menyelesaikanya. Bagi aparat kehutanan yang harus diselamatkan adalah hutan yang masih ada saat ini sekitar 94 juta ha dan segeralah dibuat batas fisik yang mudah dikenal masyarakat.
Untuk kebun kebun maupun areal pertanian lain yang masih statusnya sebagai hutan produksi/ konversi meskipun tidak ada hutannya lagi, pemerintah atas nama konstitusi sebaiknya memberikan izin pemanfaatan kepada petani yang bersangkutan.
“Jangan lagi pemerintah membiarkan persoalan kebun sawit dengan menyebutnya ilegal karena justru membuat petani gelisah dan muncul ketidakpastian. Ada pihak pihak tertentu yang diuntungkan dengan ketidakpastian tenurial ini. Jika terus dibiarkan mengambang, akan menjadi objekan pemerasan terhadap petani. Dan pemerintah juga rugi sendiri karena tidak bisa memungut paja, “pungkas Tungkot.