Pusat Penelitian Kelapa Sawit ( PPKS) mengadakan seminar teknis dan pameran kelapa sawit yang menghadirkan pembicara dari kalangan akademisi sampai petani. Kegiatan ini berupaya membantu petani maupun pelaku industri untuk meningkatkan produktivitas serta memperbaiki kultur teknis di perkebunan.
Hasril Siregar, Direktur PPKS, dalam kata sambutannya menyebutkan bahwa kegiatan PTKS tahun 2017 mengambil tempat di Solo karena kota ini berada di tengah-tengah antara Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Harapannya dapat menarik minat stakeholder kelapa sawit baik dari bagian barat maupun bagian timur Indonesia.
Harapan Hasril Siregar menjadi kenyataan. Terbukti jumlah peserta kegiatan ini membludak di luar target hingga 570 orang. “Kami terpaksa menolak peserta yang baru mendaftar di hari-hari terakhir. Tempatnya tidak cukup lagi,” kata Agus Susanto, Panitia PTKS 2017 yang juga peneliti senior di bidang perlindungan tanaman.
Pertemuan Teknis Kelapa Sawit Tahun 2017 diselenggarakan mulai 18 sampai 20 Juli 2017 di Solo, Jawa Tengah. Pembicara yang dihadirkan tidak hanya dari kalangan peneliti PPKS. Hadir pula pembicara yang berasal dari perusahaan perkebunan, praktisi, supporting industri, bahkan petani. Adapun petani yang menjadi pembicara dari Asosiasi Samade, petani swadaya, dan petani plasma.
Dalam presentasinya, Bungaran Saragih, Guru Besar Institut Pertanian Bogor, mengatakan permintaan minyak sawit dunia dapat bertambah 30 juta ton antara 2045-2050, dari pasokan dunia saat ini berjumlah sekitar 65 juta ton. Tingginya peningkatan produksi untuk memenuhi makan penduduk dunia yang terus bertambah.
Dilanjutkan Bungaran bahwa Indonesia dapat menjadi pemasok utama minyak sawit tanpa menggiatkan perluasan lahan sawit. Caranya mengintensifkan produktivitas sawit petani yang saat ini produktivitasnya rendah.
“Masa depan sawit berada di tangan petani. Itu sebabnya daya saing petani harus ditingkatkan,”kata Bungaran yang menjabat Menteri Pertanian di era Presiden Abdurachman Wahid dan Presiden Megawati Soekarnoputri dalam. Dari tahun 1980, luas perkebunan sawit rakyat baru 6.175 hektare (ha) lalu meningkat menjadi 4,76 juta ha atau 41 persen dari total luasan 11,67 juta ha pada 2016.
Bayu Krisnamurthi, Ketua Perhimpunan Ekonomi Petani Indonesia (Perhepi), mengatakan selisih produktivitas perkebunan sawit rakyat masih terlalu besar. Idealnya satu hektare dapat menghasilkan 25 ton TBS, dengan tingkat rendemen 25 persen. Dengan begitu, setiap satu hektare tanaman bisa menghasilkan 5-6 ton minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). “Saat ini, produktivitas petani baru 2,5 ton-3 ton per ha,” katanya Bayu.
Hasril menjelaskan bahwa kelapa sawit telah menjadi komoditi andalan dan strategis Indonesia. Tetapi masih menghadapi kendala persoalan teknis dan klasik seperti penggunaan bibit illegitim, peremajaan, pemupukan, efektivitas panen, serta permasalahan hama dan penyakit yang masih belum terselesaikan secara efektif.