Denny Gultom, lulusan Teknik Elektro dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Seharusnya masih bergelut untuk berburu minyak di bawah bumi. Tetapi perjalanan hidupnya berubah enam tahun lalu.
Kala itu, ia memutuskan alih profesi. Dari pemburu minyak di bawah bumi; kini menjadi penghasil minyak di atas bumi.
“Saya lebih memilih menjadi petani sawit. Sama-sama menghasilkan minyak. Tetapi sawit ini menghasilkan minyak di atas bumi,” ujarnya sambil tersenyum.
Karir Denny Gultom dimulai di Schlumberger, salah satu perusahaan oilfield service terkemuka di dunia. Wilayah kerjanya di Duri, Riau. Hari pertama bekerja, Denny memulai aktivitasnya jam 3 pagi menuju ke rig. Aktivitas ini dilakoninya setiap hari.
“Sempat muncul pertanyaan, apakah harus melanjutkan perkerjaan ini atau tidak. Karena seringkali kurang tidur. Pekerjaannya tidak mengenal waktu, belum lagi buku-buku yang harus dibaca. Kegiatan ini saya lakukan untuk persiapan pelatihan di Skotlandia,” ujarnya.
Tanpa terasa lima bulan telah berlalu. Tiba saatnya untuk berangkat ke Skotlandia. Karena ini adalah pengalaman pertama keluar negeri.
”Saat itu semangat saya luar biasa. Ditambah lagi akan menikmati musim dingin. Dan memegang salju secara langsung. Kalaupun melihat salju biasanya sebatas di televisi,” kenang ayah dua anak ini.
Ia mengatakan pelatihan berlangsung selama tiga bulan. Dari 20 peserta pelatihan, saya menempati peringkat kedua dari berbagai negara di dunia. Walaupun tidak berada di peringkat pertama. Dirinya menikmati pengalaman bertemu orang-orang berasal dari berbagai pelosok dunia.
“Ini modal yang bagus bagi saya untuk memulai karirnya,” ujarnya.
Setelah tiga tahun di Duri sebagai Field Engineer, ia mendapatkan kesempatan untuk pindah tugas ke kota Tanggu, China. Ini pengalaman pertamanya ditempatkan di luar negeri. Kemudian menyusul ke negara UAE, Yemen, Oman dan terakhir di Australia. Selama hampir 16 tahun lamanya, Denny menghabiskan waktu bekerja di ladang minyak dengan penempatan di enam negara, baik lepas pantai atau darat, hutan maupun rawa, untuk melakukan survey di sumur minyak. Selain itu juga membantu customer untuk mendapatkan lebih banyak minyak.
Berbagai posisi juga sudah dia duduki dari Engineer, Sales, Field Service Manager hingga Location Manager yang merupakan jabatannya terakhir sebelum ia memutuskan untuk keluar dari pekerjaan.
Walaupun mendapatkan gaji dan fasilitas yang sangat baik. Tetapi, Denny memiliki passion untuk berkebun sawit.
“Perlahan-lahan selama bekerja, saya menyiapkan lahan untuk ditanami kelapa sawit dan bahkan lahan tersebut sudah ditanami sebelum ia berhenti bekerja,” ceritanya.
Denny beruntung harga lahan masih terjangkau saat itu. Lahan seluas 30 hektar lahan ditanami secara bertahap untuk. Diawali menanam seluas 5 hektar pada 2013. Setiap tahun, lahan yang ditanam bertambah 5 hektar. Pada 2017 semua lahan sudah tertanami.
“Semua dana yang dibutuhkan berasal dari gaji saat bekerja menjadi karyawan. Tekadnya untuk tidak menjadi karyawan selamanya. Membuat dia memulai menanam sawit. Serta memiliki waktu fleksibel bersama keluarga,” ujarnya.
Dia berharap bahwa hasil dari kelapa sawit ini akan mencukupi kebutuhan sekolah anak-anaknya hingga dapat melanjutkan sekolah sampai keluar negeri. Ayah dari 2 orang putri yang saat ini sedang duduk di kelas 2 dan 3 SMP serta 1 orang putra yang sedang duduk di kelas 2 SD ini memang memiliki niat untuk menyekolahkan anak-anaknya sampai keluar negeri untuk dapat memiliki wawasan yang luas.
Sejak keluar dari perusahaan, kehidupannya tidak sesibuk saat bekerja di perusahaan. Dibantu rekan petani sawit yang tergabung dalam Apkasindo (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia), Denny memperoleh beragam informasi. Pengalamannya menjadi petani terbilang minim. Itu sebabnya, setiap informasi berkaitan agronomi sangatlah membantu. Mulai dari pemilihan bibit yang unggul, penanaman, pemupukan yang baik dan sampai dengan pemanenan.
Tidaklah mudah menuju ladang sawitnya. Ia harus berjalan kaki ke ladang sawit yang jaraknya empat kilometer dari jalan utama. Tak jarang karena kondisi jalan licin. Sepeda motor yang dibawanya harus berjalan pelan. Karena buruknya kondisi jalan sangat membahayakan dirinya.
“Sepeda motor sudah saya modifikasi. Tetapi butuh keahlian khusus untuk mengendarainya,” ujar Denny.
Kini kebun sawitnya telah menghasilkan buah. Denny sangat bersyukur harga TBS sawit sedang tinggi.
“Keputusan yang diambil enam tahun lalu sangat tepat. Karena saya berpindah dari ladang minyak bumi ke kebun sawit,” kata Denny.
Selain itu, perkebunan sawitnya sangat dekat dengan ibukota baru Republik Indonesia yakni di daerah Sepaku, penajam paser utara.
”Dengan hasil 1,5 ton TBS per hektar per bulan dan dapat memberikan penghasilan yang cukup membutuhi kebutuhan keluarga,” ujarnya.
Tidak hanya itu, sebagai komitmennya untuk mengembangkan energi hijau dan energi terbarukan. Denny mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Cara ini sangat membantu perumahan di ladang-ladang kelapa sawit yang identik dengan tidak terjangkau oleh PLN, sehingga penggunaan listrik tenaga surya ini paling cocok.
Denny mengatakan dengan menerapkan prinsip memulai dari diri sendiri. PLTS sudah mulai digunakan di kebun sejak 2015. Sebelumnya, dia harus mengganti genset setiap 1-2 tahun karena rusak, dan belum lagi harus membeli bahan bakar setiap hari.
“Namun saat ini dengan biaya hanya Rp 4 juta saja, PLTS sudah dapat berfungsi hingga 4 tahun dan setelah itu hanya perlu mengganti baterai saja,” ujarnya.
Ia mengakui keberadaan PLTS ini sudah dapat membutuhi kebutuhan lampu, mengisi baterai HP, dan televisi yang pada umumnya sudah cukup memadai di kebun sawit.
“Setelah menggunakan listrik tenaga surya ini, tetangga di sekitar kebun dapat menikmati listrik. Jadi lebih hemat dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat,” ujar Denny menutup pembicaraan.
Penulis naskah ini adalah Denny Gultom yang merangkai pengalaman hidupnya dan telah melewati proses editing. Naskah ini dibuat sebagai hasil kegiatan Pelatihan Jurnalis Sawit Indonesia Se – Kalimantan yang diadakan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) dari 12-13 Oktober 2021