Jakarta, SAWIT INDONESIA – Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) yang mewadahi petani sawit atau pekebun sawit swadaya dan pekebun sawit bermitra, kecewa setelah mengupas isi draf revisi Permentan Nomor 01 Tahun 2018 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian TBS Kelapa Sawit Produksi Pekebun. Pasalnya, revisi ini dinilai tidak memberikan perlindungan terhadap pekebun sawit mandiri atau pekebun sawit swadaya. Karena itu, APKASINDO meminta penundaan revisi permentan tersebut hingga Pemerintahan Prabowo-Gibran resmi dilantik.
Ketua Umum APKASINDO Dr. Gulat ME Manurung mengatakan bahwa revisi permentan ini tidak berubah secara signifikan. Dia menilai, masalah yang paling prinsip dalam revisi permentan yang sudah beredar luas itu justru tidak dipecahkan.
“Untuk apa disahkan revisinya jika tidak memberikan resolusi permasalahan utamanya. Lihat dan baca saja komen-komen di medsos APKASINDO ketika tabel harga penetapan Disbun di 22 Provinsi APKASINDO di-share setiap Minggu sore. Komentarnya sangat pedas mengarah ke kasar. Karena para pekebun tidak mendapatkan harga Disbun tersebut. Jangankan pekebun sawit swadaya, pekebun sawit bermitra juga tidak pernah ketemu harga tersebut. Memang yang paling menderita adalah pekebun sawit swadaya” kata Gulat.
Dia menegaskan revisi permentan itu harus juga melindungi pekebun swadaya. Hal itu lantaran luas perkebunan pekebun swadaya itu tidak main-main yaitu mengelola 6,4 juta hektare atau 93 persen dari luas total lahan perkebunan sawit rakyat (6,87 juta hektar). Sedangkan pekebun bermitra tidak lebih dari 7% atau hanya (420 ribu hektar).
“Kami sangat terkejut karena dalam revisi tersebut secara keseluruhan. Hanya satu kali disebut pekebun swadaya. Itupun pekebun swadaya bermitra dari 5.433 kata. Sebagai sesama warga negara RI, Kementan harus melindungi semua tipologi petani (pekebun bermitra dan pekebun swadaya),” ujar Gulat saat dihubungi pada acara pembekalan perpajakan e-faktur di kantor Perwakilan DPP APKASINDO Pekanbaru, Selasa (11/6/2024).
Sebenarnya usul kami sangat sederhana dan membuat stakeholder sawit semua happy. Usul tersebut adalah dalam revisi permentan tersebut harus ada mandatori pabrik kelapa sawit (PKS) bermitra dengan petani sawit. Dengan begitu, tidak ada satupun Tandan Buah Segar (TBS) sawit yang masuk pabrik kalau bukan dari mitranya.
“Dengan demikian, semua petani sawit dari Aceh sampai Papua akan menjadi petani bermitra dan memperoleh harga disbun tentunya,” ujarnya.
Peraih gelar Doktor Lingkungan Perkebunan Universitas Riau ini mengatakan selama ini yang mandatori/wajib bermitra itu hanya petani, sedangkan pabrik sawit tidak. Maka terjadilah seperti saat ini dan tidak heran apabila pabrik sawit selalu menolak jika petani ingin bermitra.
“Harga TBS sawit provinsi tidak ada yang sama. Karena dalam perhitungan harga TBS Disbun misalkan berbeda-beda persepsinya. Artinya ada yang harus diperbaharui dengan permentan lama, harus direvisi dan harus diperkuat,” paparnya.
Lebih lanjut, Gulat berharap agar revisi Permentan 01/2018 ditunda hingga pemerintah Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka resmi menjabat. Memang harus ditunda jika Kementan tidak mau memasukkan pasal mandatori bermitra bagi semua pabrik sawit tanpa kecuali.
“Jadi kami berharap tim paduserasi pemerintahan Prabowo-Gibran untuk mencegah revisi Permentan 01/2018 tersebut diterbitkan. Supaya jangan dua kali kerja. Kalau revisi permentan ini diterbitkan, tidak substansial menyelesaikan kisruh harga TBS swadaya dan bermitra. Usul Apkasindo dihold dulu kecuali pasal mandatori bermitra tadi dimasukkan” tegasnya.