Petani kelapa sawit di Musi Banyuasin Sumatera Selatan dapat meremajakan lahannya sebelum akhir tahun ini. Dijadikan proyek percontohan replanting oleh BPDP-KS
“Provinsi yang mengajukan permohonan replanting banyak, saat ini baru Palembang yang sudah ada sertifikasi, itu yang kita berikan dan minta untuk replanting. Dan masih kita pertimbangkan dan dalami selanjutnya,“ kata Bambang Direktur Jenderal Perkebunan di Jakarta, Kamis (10/8).
Namun, ia enggan menyebutkan status petani yang melakukan replanting itu sebagai petani plasma atau swadaya, dengan hanya menyebutnya sebagai petani rakyat. Sebab, menurutnya, tidak ada pembagian petani, semuanya adalah petani yang terorganisir dan menjadi tanggung jawab negara.
Akan tetapi, dari 4.400 hektare areal perkebunan sawit di Sumatera Selatan yang terdaftar mengikuti replanting, sekitar 1.600 hektare masuk dalam kawasan hutan. Mengetahui hal itu, pihak Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit (BPDPKS) dan Dirjen Perkebunan akan mendalami dan mengkaji lagi areal mana yang diperbolehkan untuk replanting nanti.
“Walaupun sudah bersertifikat, kita harus hati-hati dan diminta menjamin atas usulan replanting, waktu itu dari BPDPKS langsung nggak boleh. Makanya, ada mekanisme dari pemerintah daerah, Bupati, dan Gubernur yang dilibatkan dan mempunyai tanggung jawab berdasarkan tupoksinya masing-masing. Semuanya ikut mengawal supaya uang yang untuk sawit ini bisa bermanfaat bagi perbaikan sawit Indonesia,” tambahnya.
Setelah keluarnya Peranturan Menteri Keuangan (PMK) pekan lalu, Kementrian Pertanian ingin bergegas mempercepatan pelaksanaan program replanting. Namun niatan itu masih terganjal di BPDPKS, sebagai lembaga yang mengurusi dana replanting dari dana pungutan ekspor sawit.
Meskipun PMK sebagai pedoman hukum untuk pencairan dana replanting sudah terbit, tetapi BPDPKS masih mempertimbangkan banyak hal sehingga dana belum keluar sampai melewati pertengahan tahun. Padahal, bulan September – Oktober sudah memasuki masa tanam kelapa sawit di Indonesia.
“Masih terkendala dananya, belum ada satu rupiahpun untuk replanting, mereka belum menyampaikan usulan kepada kami, padahal kami sudah minta, kita sudah undang, kita sudah telepon tetapi belum jalan juga. Kita juga terkendela dari berbagai ketentuan lintas Kementrian dan lembaga sehingga harus menunggu, jadi bukan Dirjenbun yang menghambat replanting,” keluhnya.
Ia mengharapkan, BPDPKS segera mencairkan dana replanting, terutama pembiayaan sumber daya manusia (SDM) dan operasional, sehingga petugas di Kabupaten dan Provinsi bisa mempersiapkan dan mengawal proses replanting di daerah-daerah.
“Ada 5 paket BPDPKS dari penelitian, promosi, sarana-prasarana, SDM dan replanting sebagai satu kesatuan. Kalau hanya replanting jalan tetapi SDM belum itu susah, kita akan meyakinkan semua pihak, untuk replanting,” jelasnya.
Ia mengakui Kementan tidak mampu berbuat banyak dan hanya bisa menunggu pengalokasian anggaran khusus untuk peremajaan tanaman kelapa sawit. Sebab, apabila pengalokasian replanting ditalangi dari anggaran Provinsi, akan berakibat adanya anggaran ganda setelah biaya dari BPDPKS cair. Sambil menunggu dana replanting turun, ia mengajak Dinas perkebunan daerah dan Pemerintah Provinsi untuk menyiapkan segala hal yang dibutuhkan guna replanting.