JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) meminta dana pungutan sawit supaya fokus berkontribusi mendukung produktivitas, SDM petani dan kesejahteraan petani. Sebab, regulasi yang menjadi dasar lahirnya dana pungutan dan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) berorientasi terhadap kepentingan petani sawit.
Setelah BPDPKS berdiri 2015, praktis di APBD dan APBN yang terkait dengan sawit sudah tidak dianggarkan lagi karena anggapan anggaran sawit sudah dikelola oleh BPDP-KS.
“Setiap rupiah yang diambil untuk dana pungutan, sejatinya berasal dari duit petani juga. Itu sebabnya, kebijakan dana pungutan yang lahir di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) sangat baik dan bertujuan membenahi kebun sawit rakyat,” kata Ir. Gulat ME Manurung, MP Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) di Kantor KSP RI Gedung Bina Graha, Jakarta, Kamis (3 Oktober 2019).
Hal ini disampaikannya dalam dalam Rapat Koordinasi Terbatas APKASINDO yang dihadiri Jend TNI (Purn) Dr. Moeldoko, SIP Ketua Dewan Pembina APKASINDO. Beserta dewan pembina dan dewan pakar lainnya seperti Dr. Bayu Krisnamurthi, Sahat Sinaga, MayJen TNI (Purn) Erro Kusnara, S.IP, Dr. Sadino, Samuel Hutasoit, SH.,MH, Victor Yonathan, MH., M.Kn dan Nando Tambunan.
Dari jajaran pengurus APKASINDO diantaranya Rino Afrino (Sekjen), Kasriwandi (DPW Jambi), Jafar (DPW Bengkulu), Suhendrik (DPW Kalimantan Utara), dan Siswanto (DPW Sulawesi Tengah).
Gulat menyampaikan tiga point penting dalam pertemuan tersebut yang berkaitan kebun sawit rakyat di kawasan hutan, Perpres ISPO, dan dana pungutan/BPDP-Kelapa Sawit. Pertama, Gulat mengkritisi program BPDP-Kelapa Sawit yang saat ini mengabaikan kepentingan petani. Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dengan berbagai hambatan dan kendala masih jauh dari target yang sudah dicanangkan.
Hingga tahun ini, program sarana prasarana masih nol persen, tidak ada realisasinya seperti penyediaan, pupuk, infrastruktur jalan kebun petani dan pabrik sawit mini. Termasuk, pelatihan SDM petani yang dihentikan mulai 2 tahun yang lalu. Akibatnya, pengetahuan teknis agronomi dan budidaya tidak ter-update dengan baik. “Ada selentingan informasi bahwa petani tidak berhak atas dana pungutan (DP). Perlu dicatat bahwa DP ekspor CPO yang dikelola oleh BPDP-KS itu adalah 42% keringat Petani, jadi kami kritik keras pandangan yang mengatakan petani sawit tidak ada hubungannya dengan DP tersebut,”tegasnya.
Point kedua, dikatakan Gulat berkaitan kebun rakyat di kawasan hutan sejatinya pemerintah sudah mengeluarkan banyak aturan seperti Perpres 88 Tahun 2017 tentang Tatacara penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan, Permenko No.3 Tahun 2018 tentang Pedoman pelaksanaan tugas Tim dan Verifikasi Penguasaan tanah dalam kawasan hutan, Permen LHK Tentang TORA dan yang terakhir Inpres No.8 Tahun 2018.
Tetapi dari seluruh aturan tersebut, dikatakan Gulat, tidak memberikan prioritas bagi kebun sawit rakyat. Sebagai contoh, petani sawit tidak mungkin ikut skema perhutanan sosial. Kalaupun dimasukkan dalam perhutanan sosial, petani diwajibkan membuat tumpang sari sawit dengan tanaman hutan lainnya.
“Coba tunjukkan kepada kami Petani, dimana lokasi uji coba percontohan bahwa tumpangsari sawit-tanaman kehutanan yang berhasil, dari Tahun 2004 ini sudah diujicoba Kementerian Kehutanan, kalau ada satu ujicoba saja atau demplot yang berhasil kami petani sawit mau kunjungi dan setahu saya tidak ada yang berhasil, jadi petani sebagai pahlawan devisa negara jangan dijadikan kelinci percobaan yang gagal,” ujar Gulat.
“Penyelesaian tata ruang kebun di kawasan hutan perlu dilihat secara hati-hati, agar petani tidak mengalami kerugian dan semakin menderita berujung bangkrut. Apalagi saat membeli lahan, mereka tidak paham areal tersebut masuk kawasan hutan atau tidak,” ini kesalahan masalalu kementerian terkait, tidak menjelaskan dimana batas kawasan hutan,” ungkapnya.
Point ketiga bahwa petani sangat mendukung Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang berbasiskan peraturan di Indonesia. Tetapi, pada Draft Perpres ISPO mestinya petani tidak diwajibkan mengikuti ISPO sebelum dilakukan pra kondisi. Dalam hal ini, petani dibantu selesaikan persoalan dan masalah lahannya dulu terutama aspek legalitas dan status lahan.
“Kami tidak tolak draf Perpres ISPO. Yang menjadi perhatian kami petani adalah draf Perpres ISPO direvisi khususnya kewajiban ISPO petani, sampai dicarikan solusi teman-teman Petani yang masih terjebak dalam kawasan hutan” jelas Gulat yang juga Auditor ISPO.
Dr. Bayu Krisnamurthi menuturkan pungutan esensinya membantu petani sesuai arahan Presiden Joko Widodo. Karena itu, lahirlah program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) untuk memperbaiki produktivitas, SDM dan mensejahterakan petani. “Penggunaan dana pungutan untuk replanting merupakan upaya menjadikan petani sawit Indonesia tetap nomor satu di dunia,” jelas Bayu.
“Dukungan ini tidak semata penggantian biaya replanting, tetapi juga dukungan lain, karena dalam 3-4 tahun sesudah replanting, petani tidak mendapatkan penghasilan lantaran tanaman belum berproduksi,” tandas Bayu.
Dr. Sadino, SH., MH, menyampaikan bahwa sejatinya permasalahan sawit dalam kawasan hutan sudah terselesaikan jauh-jauh sebelumnya, tapi faktanya petani sangat kesulitan dan terancam untuk status legalitas lahannya karena masih terindikasi masuk kawasan hutan. Diperlukan kebijakan menyeluruh dan pemahaman histori kepemilikian lahan petani sawit dalam kawasan hutan.
Sahat Sinaga sangat berharap ke depannya ekspor CPO bukan lagi target pengusaha, tapi lebih mengedepankan eksport produk turunan sawit, ini berdampak multi player effect kepada ekonomi nasional, terkhusus petani.
Menanggapi masukan dan saran petani, Moeldoko, Ketua Dewan Pembina APKASINDO berjanji segera berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan. Diantaranya: KLHK, Kementerian Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian untuk mengurai dan memecahkan berbagai persoalan di atas dengan mengedepankan kepentingan dan keberlanjutan Petani sawit Indonesia.
Dalam pertemuan dibahas kemungkinan sawit dimasukkan kembali kedalam kelompok tanaman kehutanan, Moeldoko sepakat akan membahas lebih lanjut karena naskah akademisnya sudah ada.
Selain itu, terkait komoditas sawit yang hanya dipimpin oleh seorang Kasubdit Sawit di Dirjen Perkebunan dari 127 tanaman perkebunan. Moeldoko mengatakan bahwa sawit saat ini sangat mendapatkan perhatian serius dari pemerintah, untuk itu hasil rapat terbatas ini akan disampaikan kepada Kementerian Pertanian dan kementerian terkait saat rapat dengan Presiden, termasuk masalah draf Perpres ISPO, harus mengedepankan kepentingan petani dan justru jangan menyusahkan petani sawit.