JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Ekspor sawit Indonesiau sampai empat bulan pertama menunjukkan tren positif yang ditopang kenaikan permintaan negara tujuan ekspor terkecuali Tiongkok.
Data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mencatat secara year- on-year kinerja ekspor minyak sawit Indonesia selama mencapai 8,23 juta ton dari Januari hingga April 2016. Ada kenaikan sekitar 4,5% dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar 7,88 juta ton.
Peningkatan ekspor sawit dipengaruhi lesunya panen kedelai di sejumlah negara produsen seperti seperti Argentina dan Brazil sedang dilanda curah hujan tinggi sehingga banjir di beberapa wilayah Argentina telah menurunkan produksi, demikian halnya di negara bagian selatan Amerika juga mengalami kegagalan panen.
Kondisi serupa dihadapi rapeseed di mana hasil panenya kurang menggembirakan seperti di Tiongkok, India dan Uni Eropa. Cadangan minyak nabati kian merosot setelah produksi sawit baik di Indonesia dan Malaysia mengalami penurunan akibat iklim kering.
Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif GAPKI, mengatakan banyak negara-negara yang cadangan minyak nabatinya menipis lalu berlomba untuk mengisi cadangannya.
Pada April, volume ekspor minyak sawit Indonesi tercatat naik 20% dibandingkan dengan bulan lalu atau dari 1,74 juta ton pada Maret naik menjadi 2,09 juta ton pada April ini.
GAPKI mencatat sepanjang April 2016, ekspor minyak sawit Indonesia ke beberapa negara tujuan utama mengalami kenaikan kecuali ke China. Amerika Serikat mencatatkan kenaikan impor minyak sawit dari Indonesia yang sangat signifikan yaitu sebesar 564% atau dari 12,24 ribu ton pada Maret terkatrol kencang menjadi 81,31 ribu ton.
Kenaikan permintaan dari Negeri Paman Sam ini untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri karena stok minyak nabati yang menipis di dalam negeri yang telah terjadi sejak akhir tahun dan diperburuk lagi dengan kinerja panen kedelai di wilayah selatan Amerika.
Kenaikan permintaan minyak sawit dari Indonesia diikuti oleh negara-negara Afrika sebesar 40%, India 32%, Pakistan 26%, negara Uni Eropa sebesar 18% dan Bangladesh 17%.
Sementara itu, Tiongkok menurunkan impor minyak sawit dari Indonesia cukup signifikan yaitu sebesar 20% atau dari 185,95 ribu ton pada Maret menjadi 149,34 ribu ton pada April ini.
Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif GAPKI, menjelaskan bahwa ekspor minyak sawit Indonesia diperkirakan tidak naik signifikan karena harga minyak sawit yang tinggi. Lantaran, selisih harga dengan minyak kedelai sangat tipis yang membuat minyak kedelai lebih diminati. (Qayuum)