JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Perusahaan perkebunan sawit di Malaysia menghadapi ancaman kekurangan pasokan tenaga kerja menjelang puncak produksi sawit. Sekitar 70 persen tenaga kerja perkebunan sawit di Malaysia berasal dari Indonesia dan Bangladesh.
“Sebelum Corona, pekerja pergi lalu akan ada yang datang kembali. Sekarang tidak sama sekali. Mereka (pekerja migran) meninggalkan Malaysia setelah kebijakan lockdown dijalankan,” ujar Nageeb Wahab, Chief Executive of the Malaysian Palm Oil Association, seperti dilansir dari laman Strait Times.
Itu sebabnya, Malaysian Palm Oil Association telah mendesak pemerintah untuk melonggarkan kedatangan pekerja migran. Jika tidak, akan berdampak kepada sektor industri minyak kelapa sawit dari aspek produksi. Asosiasi ini memiliki anggota yang mewakili 40 persen perusahaan perkebunan sawit di Malaysia.
Industri minyak kelapa sawit di Malaysia, penghasil dan pengekspor minyak sawit terbesar kedua di dunia, menghadapi kekurangan tenaga kerja yang semakin memburuk. Ribuan orang telah meninggalkan perkebunan di rumah ketika perbatasan ditutup selama pandemi COVID-19, menambah tekanan dalam industri di mana 2 persen hingga 3 persen pekerja asing pergi setiap tahun.
Tanpa tenaga kerja memadai, industri sawit Malaysia berpotensi merugi sebesar US$ 2,8 miliar karena tidak optimalnya produksi. “Kekhawatiran utama adalah bahwa musim produksi puncak panen sudah dekat dalam beberapa bulan dari sekarang dan industri kelapa sawit sangat tergantung pada ketersediaan pekerja,” kata Nageeb.
Dikatakan penurunan produksi tanaman akan mengurangi produksi CPO dan kernel sawit yang akan terus tertekan sampai akhir tahun ini. Meskipun hal ini dapat mendorong harga minyak kelapa sawit naik, asosiasi memperingatkan perkebunan tanpa pengawasan pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan industri.
Menteri Sumberdaya Manusia Malaysia, Datuk Seri M Saravanan menjelaskan tidak akan ada penambaha tenaga kerja di sektor perkebunan hingga akhir tahun ini. Solusinya, Warga Malaysia akan diberikan prioritas dalam mengisi kekosongan tenaga kerja. Namun demikian, pihak kementerian akan mengevaluasi kebijakan ini pada akhir tahun,