Tuduhan maupun kecaman terhadap produk minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya, seakan tidak pernah habis. Dahulu, kelapa sawit kerap dikaitkan dengan masalah pembakaran hutan, orangutan, sampai pelepasan emisi karbon yang sekarang ini dipermasalahkan pemerintah Amerika Serikat.
Langkah bijak telah dilakukan pemerintah Indonesia dengan mengirimkan tim khusus yang terbang ke Washington DC, untuk mengirimkan data terkait kandungan emisi karbon dalam produk CPO. Lewat strategi inilah, pemerintah beserta pelaku usaha ingin membuktikan bahwa CPO memiliki sisi positif bagi lingkungan dan sosial.
Suswono, Menteri Pertanian, menyatakan pemerintah telah memberikan jawaban terkait masalah emisi karbon CPO seperti yang dikeluhkan Environment Protection Agency (EPA). Lembaga ingkungan Amerika Serikat ini membuat statement mengenai notice of data availability (NODA) yang menuduh produk CPO Indonesia tidak memenuhi standar biofuel yang berkelanjutan.
EPA memberikan kesempatan kepada Indonesia supaya dapat memperpanjang jawaban dan usulannya sampai 27 April 2012. Suswono berujar pemerintah masih menunggu tanggapan dari Amerika Serikat, setelah memberikan masukan terkait standar emisi karbon.”Kami masih menunggu tanggapan dari sana. Harapannya, terjadi dialog dan feedback,” ujar Suswono.
Derom Bangun, Wakil Ketua I Dewan Minyak Sawit Indonesia, menjelaskan penghematan emisi karbon minyak sawit jauh di atas angka 20%. Sebelumnya, EPA berpandangan bahwa CPO hanya dapat menghemat emisi karbon di angka 17%. Tetapi, berdasarkan penelitian yang diberikan kepada EPA ternyata kadar emisi CPO Indonesia dapat disimpan sampai 48%.
Ditambahkan kembali tanggapan dari Amerika Serikat diberikan tenggat waktu selama enam bulan, yang informasinya dapat dijumpai di situs EPA. Selama proses tersebut, akan ada masukan dan saran terhadap jawaban Indonesia, yang dapat dilakukan oleh kalangan umum seperti masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan akademisi.
Tiap tahun, volume ekspor rata-rata CPO sekitar 100 ribu ton. Menurutnya, langkah Amerika Serikat ini tidak akan mengganggu kinerja ekspor Indonesia pada tahun ini. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia memproyeksikan volume produksi CPO mencapai 25 juta ton pada 2012, sementara volume ekspor sebesar 18 juta ton.
Menurutnya, pabrik kelapa sawit yang melakukan penangkapan gas metan mencapai 608 unit. Hal ini terkait dengan Clean Development Mechanism (CDM) yang sekarang sedang berkembang di seluruh negara.
Hatta Rajasa, Menteri Koordinator Perekonomian, meminta pemangku kepentingan sawit dan masyarakat supaya melawan isu negatif terhadap industri minyak kelapa sawit. Sebaiknya, pengusaha tidak boleh gentar terhadap tudingan negatif yang diarahkan kepada industri tersebut.
Dia menegaskan setiap isu negatif yang muncul tidak boleh berlarut-larut karena akan berdampak buruk terhadap CPO. Salah satu cara yang dapat ditempuh menjalin komunikasi langsung secara bilateral. Bisa juga, melakukan pelaporan langsung kepada World Trade Organization (WTO). “Paling penting mempunyai data akurat untuk melawan isu tersebut,” tegas Hatta.
Hatta meminta setiap pelaku usaha kelapa sawit sadar dan berkomitmen untuk mengimplementasikan prinsip serta kriteria Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Kebijakan ini merupakan strategi yang dijalankan pemerintah untuk melawan berbagai isu negatif yang mengganggu perdagangan kelapa sawit.
Sebagai contoh, Amerika Serikat menuding emisi karbon di dalam CPO Indonesia tidak memenuhi ambang batas yang ditetapkan. Faktanya, tuduhan tersebut tidak benar karena CPO Indonesia dapat menyerap emisi karbon tinggi. (am)