JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Harga sawit terus mencatat rekor tertinggi sepanjang sejarah. Dalam perdagangan harga tender KPBN, harga CPO mencapai Rp 17.000 per kilogram pada 24 Februari 2022.
Di Bursa Malaysia Derivatives, kontrak berjangka harga CPO mencapai RM6.506/ton untuk untuk pengiriman Maret 2022 dan RM6.253/ton untuk pengiriman April 2022. Sampai triwulan pertama tahun ini harga minyak sawit terus menunjukkan tren positif.
Rahmanto Amin Jatmiko,Direktur PT Kharisma Pemasaran Bersama (KPBN) Inacom, mengatakan kenaikan harga CPO ini dipengaruhi empat faktor.
Pertama, kekurangan produksi di negara produsen akibat Covid-19 dan gangguan cuaca, sebagai contoh pasokan sawit dari Malaysia turun sampai 6%. Kedua, kebijakan India yang memotong pajak impornya.
Ketiga, dampak spekulasi commodity supercycle. Faktor keempat yaitu solidnya pergerakan harga minyak mentah dan minyak nabati.
“Harga tingginya masih akan bertahan sampai kuartal pertama 2022, setidaknya jelang Ramadhan. Hingga perbaikan di pertengahan 2022,” ujarnya dalaam kesempatan terpisah.
Kenaikan harga memang dipengaruhi dari ketersediaan CPO di pasar dunia. Indonesia dan Malaysia sebagai negara produsen CPO berkontribusi 85% terhadap pasokan dunia.
Di Malaysia, dapat dilihat penurunan data produksi CPO dari kinerja bulanan yang dirilis oleh Malaysian Palm Oil Board (MPOB). Produksi CPO turun 13,54 persen dibandingkan Desember tahun lalu. Persoalan produksi ini disebabkan kekurangan tenaga kerja untuk pemanenan di perkebunan sawit negeri jiran. Turunnya stok minyak sawit pada Januari tahun ini sebesar 1,55 juta ton, turun 3,85 persen dari 1,61 juta ton pada Desember tahun lalu juga mendukung harga CPO.
Sepanjang Februari, turunnya produksi CPO Malaysia akan tetap terjadi sekitar 1,79%. Masalahan tenaga kerja yang belum terselesaikan akan membawa dampak kepada produksi. Malaysia membutuhkan tenaga kerja asing sebanyak 600 ribu orang dari Indonesia, India, dan Bangladesh.
Di Indonesia, kebijakan pengendalian minyak goreng membawa dampak kepada pasokan CPO global. Taktik mengunci ekspor sebagai syarat pemenuhan minyak goreng domestik. Berdampak kepada perdagangan CPO ke berbagai negara.
Konsensus pasar memproyeksikan harga CPO akan tetap tinggi karena pasokan jangka pendek yang cukup ketat sebagai dampak tingkat persediaan minyak sawit yang rendah pada Januari 2022 — yang turun 4% bulan-ke-bulan tetapi tumbuh 17% tahun-ke-tahun menjadi 1,55 juta ton menurut MPOB. Situasi ini berakibat pemulihan yang lambat dalam produksi komoditas.
Merujuk data CGS-CIMB Research stok sawit yang dilaporkan oleh MPOB lebih rendah dibandingkan ekspektasi pasar sekitar 1,58 juta hingga 1,59 juta ton karena permintaan ekspor yang lebih tinggi dari perkiraan pada Desember 2021.
Kepala Riset CGS-CIMB Ivy Ng Lee Fang mengatakan bahwa harga CPO baru-baru ini mungkin tidak berkelanjutan dalam jangka panjang. Namun secara jangka pendek, harga mungkin akan tetap tinggi selama satu hingga tiga bulan ke depan tergantung pada perkembangan beberapa faktor utama.
“Pendorong utama pertama dari kenaikan harga CPO, tentu saja, kekurangan tenaga kerja selama satu tahun yang seharusnya dapat terselesaikan pada awal 2022, tetapi tetap tidak terselesaikan,” kata Ng seperti dilansir dari laman theedgemarkets.com
Ini termasuk masalah kekurangan tenaga kerja yang belum terselesaikan, pengenalan aturan kewajiban pasar domestik di Indonesia, kekeringan di Amerika Selatan, serta bagaimana krisis Ukraina berlangsung selama periode tersebut.