JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Harga minyak terus melemah sampai pertengahan tahun ini. Ada banyak faktor yang membuat minyak sawit tidak berdaya seperti sekarang.
Arif P. Rachmat, Komisaris Utama Triputra Agro Persada, menguraikan tiga faktor di balik pergerakan harga CPO sejak awal tahun hingga Mei kemarin.
Pertama, terjadi sentimen diantara pelaku pasar menjelang akhir Februari 2019 karena mereka terlalu optimis stok sawit di Malaysia bakalan turun di bawah 3 juta ton. Awalnya, stok diperkirakan bisa turun karena produksi yang melemah.
“Ternyata rumor berkembang waktu itu bahwa stok Malaysia tetap stay di atas 3 juta ton. Actual stock di akhir Februari malahan cenderung flat hanya naik 1 persen saja,” ujarnya.
Kedua, saat pertengahan April sampai Mei, sentimen banyak datang dari produksi komoditas biji-bijian di pasar global terutama kedelai. Isu yang berkembang adalah penanaman jagung sebagian dialihkan kepada tanaman soya yang disebabkan faktor cuaca. Dari faktor eksternal terkait masalah politik US-Tiongkok dan spekulan fund manager.
Faktor ketiga adalah dari sisi minyak sawit sendiri karena sentimen yang berkembang soal permintaan ekspor cenderung flat.
Dalam perdagangan hari ini, harga minyak sawit di bursa berjangka Malaysia naik 1,2% Kenaikan ini dipengaruhi aksi para pedagang yang optimis data ekspor akan melampui bulan sebelumnya.
Harga kontrak minyak sawit untuk pengiriman September di Bursa Malaysia Derivatives Exchange naik 1,2% menjadi 2,047 ringgit ($ 491) per ton pada penutupan perdagangan.
“Rumor ekspor untuk periode 1-20 Juni menunjukkan angka yang lebih baik daripada periode sebelumnya,” kata seorang pedagang berjangka yang berbasis di Kuala Lumpur seperti dilansir Reuters.
Malaysia’s Southern Peninsular Palm Oil Millers Association melaporkan penurunan produksi 26,4% pada hari Senin yang juga membantu mendorong harga.