JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Menyikapi rendahnya harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit petani di Sulawesi Selatan, Ketua Umum DPP APKASINDO, Dr. Gulat Medali Emas Manurung, MP, CIMA, merasa prihatin dengan harga TBS di Sulsel yang masih terendah di Indonesia.
“Sudah dua bulan ini, harga TBS Sulsel (Sulawesi Selatan) berada paling bawah,” kata Gulat.
Menurutnya, perlu ada perhatian dari anggota DPR RI dan DPD RI Dapil Sulsel supaya hadir ketika rapat harga TBS di Dinas Perkebunan Sulsel. Yang pasti kami dari DPP akan fasilitasi DPW Sulsel supaya “fight” pada saat rapat penetapan harga.
“Kami sarankan DPW APKASINDO Sulsel segera menyurati Aparat Penegak Hukum (APH) seperti Kejati Sulsel dan Polda Sulsel agar hadir dalam rapat harga TBS, sebagaimana di Riau. APH dapat mengawasi proses transparansi dan akuntabilitas BOL (Biaya Operasional Langsung) dan BOTL (Biaya Operasional Tidak Langsung). Kedua komponen biaya ini harus dibedah saat rapat penetapan harga TBS karena kuncinya di situ dan itu perintah regulasi,” ujar Gulat.
Menurutnya pendampingan melekat penetapan harga TBS dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau. “Pak Kajati Riau, Dr. Supardi, SH.,MH sudah memberikan laporan langsung ke Jaksa Agung. Dalam laporan (surat) tersebut salah satu poin adalah rendahnya harga TBS petani di Riau disebabkan Permentan 01 tahun 2018. Karena itulah, Kejati Riau merekomendasikan segera revisi. Jika ini dibiarkan bisa berdampak pidana dan kami tidak menginginkan hal ini,” cerita Gulat.
“Usulan Revisi Permentan tersebut hasil FGD Nasional (Agustus 2022) dari tiga organisasi terbesar petani sawit (APKASINDO, SAMADE dan ASPEK PIR) sudah dikirimkan ke Mentan. Dan rapat di Ditjendbu pun sdh digelar dihadiri tiga entitas sawit (korporasi, petani dan pemerintah). Hasilnya rapat tersebut sepakat memperkuat Permentan 01/2018 melalui revisi, tapi alhamdulillah sampai sekarang masih nihil progress,” ujar Gulat sesaat menghadap Dewan Kehormatan DPP APKASINDO, Luhut Panjaitan.
Saat ini, kata Gulat harga TBS di Riau pasca pendampingan Kejati Riau berangsur membaik karena saling sepakatnya tiga entitas sawit (korporasi, Petani dan Disbun) untuk transparansi, akuntabilitas dan lebih komunikatif kedepannya.
Menurutnya harga TBS ini sangat urgen karena Presiden Jokowi sudah memberikan arahan pada saat rapat kabinet supaya Menteri dan APH menjaga daya beli dan ketahanan pangan masyarakat. ”Harga TBS berkaitan dengan ketahanan pangan serta daya beli (NTP) dan APH bagian dari ketahanan pangan tersebut,” lanjutnya.
Gulat mengusulkan dalam rapat Harga TBS Sulsel juga supaya membicarakan Satgas Kepatuhan Harga TBS Disbun Sulsel. Dari data yang kami miliki, pabrik sawit yang membandel ini bukan anggota GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia).
“Kalau anggota GAPKI biasanya patuh ke regulasi dan kami APKASINDO bisa cepat berkordinasi kalau ada apa apa. Tapi yang bukan GAPKI seperti main kucing-kucingan. Sulit berkoordinasi ke manajemennya. Untuk itu kami petani sawit berharap dan bermohon APH supaya sikat habis pabrik sawit yang bandel, tidak patuh dan curang” tegas Gulat.
Wakil Ketua Apkasindo Sulawesi Selatan, H Rafiuddin SH berharap perhatian dari Menteri Pertanian tentang harga TBS di Sulsel apalagi beliau dari Sulsel, tentu wajar kami berharap perhatian serius Beliau.
“Kami sudah mau bangkrut dan kami tidak menuntut harga yang tinggi, tapi harga yang sesuai dan sebenarnya. Untuk itulah diperlukan transfaransi dan akuntabilitas BOL dan BOTL,” lanjut Rafiuddin.
“Kami berharap harga TBS periode bulan Februari ini mudah-mudahan ada kenaikan harga TBS karena memang ada kenaikan harga CPO, kalau gak naik juga, maka kami akan bangkrut sungguhan”
Apalagi jika APH bisa hadir, tentu akan sangat membantu terkhsus kaitannya kepada akuntabilitas. Minimal setara dengan provinsi tetangga seperti Sulawesi Barat atau Sulawesi Tengah,” harap Rafiuddin.
“Rapat harga TBS akan dilaksana dalam waktu dekat di kabupaten Wajo. Doa dan harap kami petani semoga ada kenaikan harga TBS penetapan Provinsi Sulawesi Selatan,” pungkasnya.