JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Tidak mudah bagi pelaku usaha untuk mengendalikan harga sawit di pasar global. Tetapi supaya harga tidak rontok, sebaiknya menjaga tiga faktor pembentuk harga yaitu suplai dan permintaan, inventory, dan biaya produksi.
Kebijakan penghiliran sawit dinilai mampu untuk menyeimbangkan pasokan sawit di pasar global.“Disinilah peran hilirisasi untuk menyeimbangkan pasar ekspor dan cara domestik. Untuk itu, Indonesia tidak perlu membatasi produksi (sawit),” kata Joko Supriyono, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), dalam sebuah diskusi beberapa waktu lalu.
Menurut Joko Supriyono, kebijakan pemerintah sudah tepat untuk memperluas pemakaian biodiesel dan penghapusan sementara pungutan ekspor. “Yang tidak bisa dikontrol adalah harga. Tetapi kita perlu mengantisipasi persoalan harga, caranya membuat manajemen biaya,” jelas Joko.
Ada tiga faktor pembentuk harga yang dapat dikendalikan yaitu suplai dan permintaan, inventory, dan biaya produksi. “Faktor pembentuk harga inilah yang dapat dikelola pelaku usaha,” paparnya.US$ 500 per ton yang dipicu turunnya permintaan pasar ekspor dan berakibat pada terjadinya kelebihan CPO Indonesia sebesar 4 juta ton pada tahun ini.
Peneliti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Agus Kismanto menjelaskan pembangunan kilang CPO dapat mempercepat proses pencampuran minyak mentah (crude oil) dengan CPO menjadi bahan bakar.
“Pembangunan Kilang itu diharapkan mampu menyerap CPO hingga 20 juta ton per tahun atau 340 ribu barel per hari (bph),” kata Agus.
Insentif bagi PLN perlu dilakukan untuk agar ada peningkatan penggunaan CPO pada pembangkit listrik. Dengan insentif ini, PLN dapat mengembangkan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) berbahan bakar miyak sawit. Hanya saja, agar PLN tidak terbebani, BPDP-KS dapat membantu pembiayaan untuk pilot plant dan perencanaan. “Peran BPDP-KS juga diperlukan ketika terjadi selisih harga antara BBM dan BBN,” kata Agus.
Agus menyarankan, pemerintah juga perlu melakukan penjajakan program barter biodiesel biothanol dengan Brasil yang memiliki potensi sebesar 3,3 juta kiloliter. Selain itu, Substitusi MFO (marine fuel oil) dengan CPO oleh PLN yang potensinya bisa mencapai 0,9 juta kiloliter juga perlu dilakukan.
Anggota Komisi XI DPR Jhony G Plate mengatakan, instansi pemerintah perlu melepaskan ego sektoral untuk mendorong penguatan harga CPO.
”Indonesia merupakan negara yang besar, tetapi persoalan semua instansi bekerja sendiri sendiri dan sangat sektoral sehingga mengakibatkan kita menjadi kecil dan berdampak pada leverage kita yang kecil.
Plate juga menjelaskan, program hilirisasi domestik guna meningkatkan konsumsi minyak sawit di dalam negeri tidak bisa ditunda karena produksi sawit nasional yang melimpah.