Industri sawit memainkan perang penting dalam perekonomian Kalimantan, pernyataan ini disampaikan Magfur, Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Tengah dalam Borneo Forum ke-V di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, pada 24 Agustus 2022.
Magfur menjelaskan bahwa Kalimantan merupakan wilayah penghasil minyak sawit terbesar kedua setelah Sumatera. Kalimantan Tengah menempati posisi kedua produsen CPO terbesar di Indonesia yang mencapai 7,92 juta ton.
Dalam struktur ekonomi Kalimantan, industri pengolahan dan pertanian menjadi dua sektor terbesar setelah pertambangan. Kalteng menjadi produsen terbesar di Kalimantan, berikutnya adalah Kalbar, Kaltim, Kalsel, dan Kaltara. Minyak sawit menjadi komoditas utama ekspor kalimantan setelah batu bara dan lignit.
“Perkembangan industri sawit saat ini telah berhasil meningkatkan kesejahteraan petani perkebunan dilihat dari terus meningkatnya nilai tukar petani sektor perkebunan,” kata Magfur.
Menurutnya secara nasional, sektor pertanian menjadi sektor ekonomi terbesar ke-4 dalam pemberian kredit perbankan. Namun di Kalimantan, sektor pertanian menjadi sektor terbesar dalam pemberian kredit perbankan, dimana 92% dari total kredit pertanian diberikan kepada debitur di perkebunan sawit.
Pada kredit industri pengolahan di Kalimantan, 39% dari total kredit berasal dari industri minyak goreng kelapa sawit. Secara spasial, Kalimantan Tengah menjadi provinsi dengan pangsa kredit di sektor pertanian dan industri pengolahan terbesar se-Kalimantan sebesar 49%.
Data Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Tengah menyebutkan penyaluran kredit bank umum ke sektor pertanian mencapai Rp30 triliun sampai Juli 2022. Sebagian besar kredit sektor pertanian atau 88% disalurkan kepada debitur di perkebunan kelapa sawit. Kinerja kredit sektor perkebunan sawit tergolong baik, dengan rasio NPL (kredit bermasalah) sebesar 1,51%.
Magfur mengatakan saat ini produk turunan CPO di Kalimantan masih terbatas pada minyak goreng, shortening, dan biodiesel. Sebagian CPO juga dikirim ke beberapa pabrik di Sumatera, Jawa, dan Malaysia untuk diolah kembali menjadi produk turunan yang lebih kompleks. Produk turunan minyak sawit di Kalimantan mayoritas langsung di ekspor ke luar negeri karena beberapa korporasi besar di Kalimantan yang dominan berorientasi pada pasar ekspor.
“Kedepan hilirisasi masih dapat ditingkatkan untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi dari sawit di Kalimantan,” ujarnya.
Dr. Tungkot Sipayung, Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) menjelaskan bahwa kontribusi industri kelapa sawit bagi perekonomian nasional tidak diragukan lagi. Ternyata dampak positif bagi pedesaan juga sangat nyata. “Secara umum, kemajuan sosial, ekonomi dan ekologi desa sawit lebih unggul dan signifikan dibandingkan dengan desa non sawit,” kata Tungkot.
Tidak terkecuali di Kalimantan. Menurut Tungkot, desa-desa yang jenis komoditas utamanya perkebunan sawit jauh lebih unggul dibandingkan desa-desa yang sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk desanya di sektor pertanian selain sawit.
Berdasarkan data penelitian itu, menurut Tungkot, setidaknya terdapat tiga implikasi. Pertama, dalam konteks sustainability, desa sawit lebih unggul dibandingkan desa non sawit. Kedua, pandangan yang mengatakan bahwa perkebunan kelapa sawit menciptakan berbagai masalah sosial dan ekologi di kawasan pedesaan tidak didukung fakta.
Kesimpulan tersebut didapat setelah PASPI melakukan perbandingan antara desa sawit dan desa non sawit. Ada 8 provinsi dengan luas perkebunan sawit terbesar di Indonesia yang menjadi sample penitilian. Sedangkan penetapan desa sawit dan desa non sawit diambil berdasarkan data Potensi Desa 2018 yang beririsan dengan ketersediaan data Indeks Desa Membangun (IDM) tahun 2015, 2020 dan 2021.
“Untuk membangun aspek sosial, ekonomi dan ekologi secara simultan di kawasan pedesaan khususnya daerah terbelakang, pelosok, pinggiran maka pengembangan perkebunan kelapa sawit dapat menjadi pilihan dan solusi yang tepat,” pungkas Tungkot.