JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institue atau PASPI, Tungkot Sipayung mengatakan Bursa Crude Palm Oil (CPO) Indonesia yang baru saja dirilis pemerintah akan menghadapi tantangan serius lantaran lantaran pola perdagangan sawit Indonesia sudah mengakar lewat business to business (B to B). Apalagi, CPO yang diperdagangkan lewat lelang atau bursa relatif kecil yakni sekitar 10 persen.
“Bisnis di industri sawit umumnya bisnis jangka panjang, maka kepastian bahan baku [harga, kuantitas, kualitas, kontinuitas] sangat utama dan umumnya kepastian tersebut lebih mudah diperoleh melalui kontrak langsung B to B. Apalagi harga produk produk sawit umumnya predictable dan relatif tidak volatile,” ujar Tungkot saat dihubungi, Jumat (13/10/2023).
Tantangan lainnya, menurut Tungkot juga lantaran perusahaan sawit di dalam negeri didominasi perusahaan (grup) yang terintegrasi secara vertikal dari hulu ke hilir yang produk akhirnya bukan lagi CPO tapi dalam bentuk olahan.
“Mungkin pada level produk turunan seperti kelompok produk refined palm oil seperti olein, stearin, dan lain-lain mungkin masih terbuka untuk masuk bursa. Bursa adalah salah satu alternatif transaksi perdagangan,” jelas dia.
Tungkot mengatakan pemerintah harus membuat sistem agar pelaku usaha memilih berdagang di bursa dibanding kontrak B To B.
“Pertanyaanya adalah apakah lebih menguntungkan berdagang di bursa atau langsung kontrak B to B? ini tantangan bagi pengelola bursa,” ucapnya.
Adapun 18 perusahaan yang sudah bersedia masuk Bursa CPO Indonesia, dinilai Tungkot hanya untuk formalitas dan tidak bisa menjamin mereka akan bertransaksi di bursa.
“Realisasinya apakah produk sawit dari 18 perusahaan itu akan masuk bursa itu? Kalau lebih untung via bursa ya pasti masuk bursa. tapi kalau lebih untung direct trade ya tetap B to B,” jelas Tungkot.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) bersama Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappeti) meluncurkan Bursa Crude Palm Oil (CPO) Indonesia pada hari ini.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan dengan Indonesia memiliki Bursa CPO maka harga kelapa sawit tidak lagi mengacu pada bursa yang ada di Rotterdam Belanda dan Malaysia. Ia berharap ke depannya Indonesia akan menjadi barometer harga CPO dunia. Indonesia sendiri tercatat berkontribusi terhadap 85 persen produksi CPO dunia. Rinciannya dari total produksi CPO 2022 yaitu 77,22 juta ton, mayoritas Indonesia 45,5 juta, dan Malaysia 18,8 juta ton dan Thailand 3,2 juta ton.
“Kita berharap dengan adanya bursa ini nanti maka barometer harga CPO dunia ada di kita, wong kita nomor 1, masa kita gak tersinggung, masa kita nggak malu, masa kita diam saja,” ujarnya dalam peluncuran bursa CPO di Jakarta Pusat, Jumat (13/10/2023).
Penulis: Indra Gunawan