Penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sebaiknya difokuskan kepada aspek edukasi, sosialisasi, dan dukungan yang bersifat antisipasi serta pencegahan. Untuk itu, pemerintah perlu lebih bijak dalam menangani persoalan karhutla dengan mengurangi aspek penindakan hukum.
Usulan ini disampaikan dalam kegiatan dialog dan bedah buku virtual yang berjudul “Strategi Menangani Perkara Kebakaran Hutan dan Lahan”, Selasa (3 November 2020). Kegiatan ini dihadiri lebih dari 400 peserta dari perwakilan perusahaan, pemerintah, petani, dan akademisi.
Kegiatan ini diselenggarakan Majalah Sawit Indonesia sebagai penerbit buku ini dengan menghadirkan narasumber antara lain Dr. Rio Christiawan (Penulis Buku/Dosen Hukum Lingkungan Universitas Prasetya Mulya), Agus Purnomo (Managing Director Sustainability Sinar Mas Agribusiness and Food), Ir. Gulat ME Manurung, MP, CAPO (Ketua Umum DPP APKASINDO), dan Bunga Siagian, M.sc (Victimologi).
Dalam buku setebal 152 halaman ini, Rio Christiawan menjelaskan bahwa penegakan hukum atas terjadinya kasus kebakaran hutan dan lahan gencar dilakukan pemerintah dalam lima tahun terakhir. Penegakan hukum yang dilakukan pemerintah atas kasus kebakaran dilakukan secara litigasi (melalui peradilan), mau pun secara non litigasi (tidak melalui pengadilan) seperti penegakan hukum yang dilakukan berbagai instansi terkait. Dalam perkembangannya melalui Pasal 88 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UUPPLH”) konsep pertanggung jawaban dalam kasus kebakaran hutan dan lahan dinyatakan mengacu pada asas pertanggung jawaban strict liability.
Dikatakan Rio, apa bila mengacu model pertanggung jawaban strict liability maka penting bagi pemilik konsesi untuk menjalankan tindakan bersifat preventif agar tidak terjadi kebakaran hutan dan lahan di konsesi yang dikelola. Pentingnya langkah preventif mau pun langkah penanganan tersebut akan membantu pembuktian posisi bersalah atau tidaknya pemegang konsesi.
“Dengan adanya perubahan konsep strict liability di dalam UU Cipta Kerja, maka peraturan pemerintah menjadi sangat penting sebagai penegasan,” ujar Doktor Ilmu Hukum Universitas Parahyangan ini.
Rio menyarankan bagi setiap perusahaan aktif dalam tindakan bersifat preventif terutama antisipasi dan pencegahan karhutla. Untuk itu, pemegang konsesi harus berkoordinasi bersama pemerintah mau pun memberdayakan masyarakat sekitar, seperti misalnya pembentukan komunitas desa peduli api. Dengan pertimbangan, adanya kondisi cuaca kering dan panas yang berkepanjangan maka menyebabkan jumlah persebaran titik panas (hot spot) sangatlah banyak dan dalam tingkat keseriusan yang tinggi.
Sinarmas Agribusiness and Food adalah salah satu perusahaan sawit yang memiliki komitmen dan program berkaitan pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Agus Purnomo, Managing Director Sustainability Sinarmas Agribusiness and Food, mengatakan bahwa perusahaan membuat program Desa Makmur Peduli Api yang melibatkan 32 desa untuk menekan angka kebakaran lahan. Selain itu, kebijakan ini juga melibatkan 10 ribu personil tanggap darurat untuk pemadaman api.
“Program ini berdampak positif bagi perusahaan. Ini terbukti, sekitar 99,5 persen lahan perusahaan tidak terimbas kebakaran pada 2019.
Ia pun mengapresiasi terbitnya buku “Strategi Menangani Perkara Kebakaran Hutan dan Lahan” buku ini membantu pembacanya dengan memperkenalkan cara pandang terhadap permasalahan karhutla yang konstruktif dan positif. Para pengelola kebun diajak untuk mendalami berbaagai tahapan permasalahan karhutla, sejak pencegahan sampai persidangan dan tahapan banding ketingkat tertinggi.
Selain itu, Agus Purnomo mengakui buku tersebut memberikan fokus perhatian yang jelas bagi pengelola kebun, dalam bahasa yang mudah dipahami. Sistematika buku yang runut mulai dari pencegahan dan pemantauan titik api, pelatihan pemadaman api, patroli bersama masyarakat, dokumentasi kejadian kebakaran sampai penyidikan dan proses persidangan karhutla.
Gulat Manurung mengatakan petani sawit tidak akanberperilaku bodoh untuk membakar atau pun membuka lahan dengan cara membakar. Karena, petani memahami dan mematuhi regulasi pemerintah. Yang harus diwaspadai, tindakan provokasi pihak tertentu yang ingin membakar lahan lalu menuduh pemicunya adalah petani atau masyarakat. Sebab, kebakaran hutan dan kebun sawit itu dipicui klim ekstrim sebagai mana terjadi di negara-negara.
(Selengkapnya dapat di baca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 109)