JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Program Peremajaan Sawit Rakyat terus meningkat dari tahun ke tahun. Berbagai perbaikan terus dilakukan mulai dari persyaratan dan peningkatan dana hibah PSR. Direktur Penyaluran Dana BPDPKS, Edy Wibowo mengatakan untuk mendukung petani swadaya, solusi dari pemerintah salah satunya melalui program penanaman kembali sawit rakyat besar-besaran.
“Tujuannya untuk membantu petani sawit memperbaharui perkebunan kelapa sawit dengan kelapa sawit yang berkelanjutan dan berkualitas serta mengurangi risiko pembukaan lahan ilegal (penggunaan lahan, perubahan penggunaan lahan, dan Kehutanan),” ujar Edy, saat FGD Sawit Berkelanjutan bertemakan “Meningkatkan Peranan Petani Sawit Rakyat Melalui Subsidi Replanting Dan Subsidi Sarpras”, pada Rabu (28 April 2021).
Ia menambahkan untuk memperoleh dukungan tersebut petani harus clean dan clear terutama mengenai legalitas. “Petani Sawit Swadaya yang berpartisipasi dalam program ini harus mengikuti aspek legalitas tanah. Mereka yang tidak, tidak akan menerima bantuan hak,” lanjutnya.
Melalui peremajaan sawit harapaannya standar produktivitas kebun sawit rakyat bisa mencapai 10 ton Tandan Buah Segar (TBS)ha/tahun dengan kepadatan tanaman kurang dari 80 pohon/ha.
“Untuk memastikan prinsip berkelanjutan, peserta program PSR diharuskan mendapatkan sertifikasi ISPO pada panen pertama. Program penanaman kembali mengikuti prinsip-prinsip berkelanjutan yang meliputi tanah, konservasi, lingkungan dan lembaga,” imbuh Edy.
Sementara itu, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dan berkomitmen menjadikan percepatan PSR sebagai fokus utama program kerja tahun 2021. Selain itu, telah melakukan pertemuan dengan Menko Perekonomian pada bulan September 2020 guna membantu percepatan pelaksanaan program PSR.
“Kami telah membentuk Satgas PSR untuk membantu pemerintah dan juga petani untuk percepatan PSR,” kata Edy Martono, Sekretaris Jenderal GAPKI.
Lebih lanjut, Edy menambahkan bentuk kemitraan dengan Petani bisa dalam bentuk pendampingan kultur teknis, kontraktor peremajaan, avalist full commercial dan operator Pengelolaan. Beberapa tantangan untuk menjalankan program PSR juga di antaranya melanjutkan kerjasama dengan inti, karena ada sebagian petani plasma yang sudah selesai masa kemitraannya.
“Banyaknya SHM yang berpindah tangan/digadaikan menjadi kendala jaminan Bank, kondisi Koperasi dan kepengurusan yang kurang kondusif. Penghasilan petani saat replanting serta besarnya biaya replanting, termasuk banyak bertumbuhnya pabrik tanpa kebun,” lanjut Edy.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto, petani masih banyak yang belum memahami program PSR. Dampaknya melakukan peremajaan secara mandiri dan petani sawit swadaya masih berpencar-pencar dan tidak ada kelembagaan.
“Pendampingan kurang memadai karena persoalan SDM. Begitupula dengan pendanaan minim di tingkat kabupaten/dinas. Belum ada real data misalnya siapa, dimana, jenis lahan dan tahun tanam berapa di level pemerintah. Adapula pendamping desa untuk PSR, tidak dibayar termasuk luas lahan hanya skala kecil sekitar 2 ha. Apabila diremajakan akan hilang pendapatan petani,” pungkasnya.