JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyegel lahan konsesi restorasi ekosistem World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia melalui PT Alam Bukit Tigapuluh (PT ABT) di Bukit Tigapuluh yang berada di berada di dalam dua wilayah administratif yaitu Provinsi Jambi dan Provinsi Riau.
“Kebakaran berulang terjadi di wilayah konsesi izin tersebut,” ujar Menteri LHK, Siti Nurbaya dalam keterangannya.
Dari kejadian itu, Kementerian LHK langsung
menyegel lahan yang terletak di Jambi itu. Penyegelan dilakukan akibat
kegagalan World Wildlife Fund (WWF) Indonesia dan PT ABT menangani karhutla di
areal konsesinya sejak Agustus 2019. Karhutla di lahan konsesi PT ABT dan WWF
Indonesia menjadi perhatian karena merupakan pengulangan kejadian yang sama
pada 2015.
Konsesi PT ABT juga merupakan areal konsesi
restorasi ekosistem yang di antaranya berperan sebagai zona penyangga Taman
Nasional Bukit Tigapuluh yang memiliki luas 400 ribu hektare. Sekitar enam kali
luas DKI Jakarta. Taman nasional ini merupakan salah satu habitat tersisa
harimau dan gajah sumatera yang terancam punah.
Sebagai informasi, terdapat koridor
satwa yang ditargetkan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi ini
seluas 54.000 hektar. Di dalamnya terdiri dari kawasan PT Royal Lestari Utama
(RLU) atau Lestari Asri Jaya (LAJ) seluas 11.000 hektar, PT. Alam Bukit
Tigapuluh (ABT) 35.000 hektar, PT. Wirakarya Sakti seluas 5.000 hektar dan
3.000 hektar di hutan negara. Sementara pemegang konsesi lain bergerak dibidang
produksi, izin ABT adalah untuk restorasi ekosistem pada 2 blok dengan luas
total 38.665 hektar di Kabupaten Tebo.
“Berdasarkan data hingga 14 September 2019,
konsesi RE (Restorasi Ekosistem) WWF tersebut merupakan satu-satunya konsesi
restorasi ekosistem yang disegel oleh Kementerian LHK akibat karhutla,”
kata Sekretaris Jenderal Kementerian LHK Bambang Hendroyono.
Tercatat ada 42 lokasi perusahaan yang telah dilakukan penyegelan dan 1 adalah lahan milik masyarakat. Dua lokasi ada di Provinsi Jambi, lima lokasi yang disegel ada di Provinsi Riau, dan sisanya di Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan paling besar jumlahnya adalah di Provinsi Kalimantan Tengah.
Beberapa perusahaan yang disegel diketahui milik pemodal asing, satu perusahaan milik pemodal asal Singapura dan tiga milik pemodal asal Malaysia. Atas hal ini, KLHK meminta pihak pemberi izin untuk mendapatkan ganjaran administratif berupa pencabutan izin