BPI Mengingatkan Pentingnya Menjaga Kualitas Tanah Untuk Mewujudkan Sawit Berkelanjutan
JAKARTA, SAWIT INDONESIA – BEST PLANTER INDONESIA (BPI) dalam salah satu materi pelatihannya membahas tentang pentingnya menjaga ekosistem tanah perkebunan yang dari waktu ke waktu kualitas tanahnya semakin menurun dengan ditandai adanya berbagai penyakit tular tanah.
Dewasa ini telah terjadi degradasi lahan di perkebunan kelapa sawit, hal ini terjadi karena penggunaan agroinput berbasis kimia yang berlebihan selama beberapa dasawarsa. Akibat dari degradasi tersebut muncul sejumlah penyakit mematikan yang masif, antara lain berupa serangan jamur patogen Ganoderma sp. Kerusakan lahan tersebut cenderung semakin meningkat yang diindikasikan dengan penurunan efisiensi pemupukan, populasi cacing tanah yang menurun, dan jumlah serta keragaman mikroba dalam tanah menurun. Lahan terdegradasi diindikasikan dengan kandungan bahan organik yang rendah, padahal bahan organik sangat berpengaruh secara nyata terhadap sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, serta berpengaruh terhadap efisiensi penyerapan hara tanaman.
Mentor pelatihan Ir. Syarif Bastaman, M.Sc kepada peserta pekebun sawit yang seluruhnya dari KAMPAR Riau, memperkenalkan manfaat sumberdaya Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dan Cacing Tanah untuk dijadikan sebagai bahan utama membangun “pabrik” pupuk alami di perkebunan kelapa sawit. “Pabrik” yang dimaksud adalah tubuh cacing tanah yang kalau bisa dihadirkan populasinya sampai minimal 300.000 ekor per ha, maka akan diperoleh kascing (kotoran cacing) yang kaya dengan nutrisi dan beragam mikroba terbaik dengan total tonase mencapai berat 600 ton per ha per tahun, demikian Syarif melanjutkan penjelasannya.
Seperti diketahui bahwa secara ekosistem sebenarnya TKKS sebagai sumber bahan organik seharusnya dikembalikan lagi ke kebun dalam upaya mempetahankan kandungan C-organik tanah perkebunan sawit.
Untuk mendapatkan manfaat yang maksimal dalam upaya meningkatkan populasi cacing tanah, maka TKKS harus dikomposkan terlebih dahulu, karena TKKS yang telah dikomposkan dengan ½ ferfentasi adalah makanan yang sangat disukai oleh cacing tanah dan ini sangat mungkin dilakukan oleh para pekebun. Cacing tanah tidak dapat memakan TKKS segar dengan (C/N ratio > 60) dan tidak terlalu suka TKKS yang lewat fermentasi dengan C/N ratio < 30.
Secara garis besar proses pengolahan TKKS menjadi kompos setengah fermentasi sangat cepat, mudah & murah dan dapat dikerjakan oleh para pekebun.
Proses komposting TKKS adalah sebagai berikut :
- Menyiapkan bahan baku tandan kosong kelapa sawit dan area yang akan digunakan sebagai lahan komposting, diusahakan area pengomposan dekat dengan sumber air,
- Menyiapkan decomposer berbasis jamur yang berkualitas tinggi dan mudah aplikasinya (bentuk powder) dan tanpa perlu membolak balik TTKS yang sedang dikomposkan.
- Menabur decomposer secara merata di dasar area pengomposan sesuai dosis yang telah direkomendasikan,
- Membuat tumpukan dengan ketebalan sekitar 15-20 cm, kemudian decomposer ditaburkan di atas permukaan tumpukan dan disiram air untuk menjaga kelembaban bahan sekitar 65%,
- Tumpukan diulang kembali dengan perlakuan yang sama dengan poin no. 4 sampai ketinggian mencapai 80-120 cm,
- Tumpukan kemudian ditutup dengan terpal plastik,
- Kemudian kontrol setiap minggu dengan membuka terpal untuk mengecek kelembaban, jika terlalu kering maka perlu disiram kembali,
- Proses pengomposan dilakukan selama 4-5 minggu tanpa perlu dibolak-balik dan kompos bisa langsung dikirim ke lapangan sebagai sumber makanan cacing tanah.
Hasil dari kompos setengah fermentasi ini sangat baik sebagai sumber makanan cacing tanah. Kompos TKKS setengah fermentasi tersebut disusun di kebun dan dicampur dengan kascing yang mengandung telur cacing tanah dimana telur cacing tersebut akan menetas beberapa hari kemudian, dan akan tumbuh menjadi cacing tanah dewasa dan akan berkembang biak secara cepat menghasilkan kotoran cacing yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman.
Kascing yang mengandung telur cacing bisa diperoleh dari kotoran cacing tanah yang tumbuh di gawangan mati atau diberikan dari luar. 1 ekor cacing tanah dewasa dapat menghasilkan kotoran cacing tanah sebanyak 2 kg per ha per tahun. Apabila populasi cacing tanah di kebun sebanyak 300.000 ekor per ha maka per tahun akan diperoleh sebanyak 600 ton per ha kotoran cacing tanah, dimana manfaatnya sangat luarbiasa terhadap tanaman maupun terhadap kualitas tanah. Dengan kualitas tanah yang baik, maka efisiensi serapan hara meningkat dan dalam jangka panjang penggunaan pupuk yang biayanya mencapai 60%-70% dari biaya produksi dari waktu ke waktu akan semakin berkurang.
Dengan demikian membangun “pabrik” pupuk alami di kebun sawit pada prinsipnya adalah menjaga dan meningkatkan populasi cacing tanah untuk menjamin ketersediaan bahan organik tanah yang berkualitas tinggi. Oleh sebab itu, mengembalikan biomassa tandan kosong kelapa sawit dalam bentuk kompos menjadi hal yang penting untuk menjaga keberadaan cacing tanah untuk memperbaiki sifat fisik, kimia,biologi tanah dan meningkatkan efisiensi serapan hara tanaman yang berujung pada penurunkan pemakaian pupuk dalam jangka panjang.