PT Dami Mas Sejahtera mempunyai benih sawit yang ditujukan memenuhi kebutuhan industri sawit. Potensi varietas benihnya telah teruji karena telah melewati tahapan riset dan pengawasan kualitas yang ketat.
Pekebun sawit kembali diingatkan agar memilih bibit sawit yang baik untuk menekan kerugian ekonomi akibat keliru memilih bibit sawit kurang tepat. Pasalnya, investasi jangka panjang 25 – 30 tahun. Selain berkualitas dan jelas asal usulnya, proses produksi benih juga menjadi hal penting yakni didukung dengan riset yang kuat. Hal itu disampaikan Yong Yit Yuan, Head of Plant Breeding dari SMART Research Institute (SMARTRI), pada pertengahan saat acara session sharing pada Maret lalu, di Nusa Dua, Bali.
Dikatakan Yong, untuk memilih bibit sawit tidak hanya melihat DxP-nya saja, tetapi harus melihat dukungan riset saat produksi benih. “Untuk varietas sawit Dami Mas (DxP Dami Mas), diproduksi dengan dukungan riset yang ada di Riau dan Bogor, yang telah menghasilkan bibit sawit DxP Dami Mas,” jelasnya.
Selain itu, lanjut Yong, pihaknya juga mengembangkan benih sawit dengan kultur jaringan. “Secara teknis proses pengembangan kultur jaringan (Dami Mas) diambil dari tanaman pokok sawit terbaik yang pilih. Kemudian, diperbanyak yang tak lain disebut klon. Baik proses benih sawit konvensional (DxP) maupun kultur jaringan semua melalui kajian agar menghasilkan bibit tahan hama dan penyakit. Dan, di-backup atau didukung dengan riset,” imbuh Yong.
“Di kebun Sinar Mas, semua menggunakan bibit sawit yang diproduksi sendiri yakni Dami Mas yang sudah terbukti bagus kualitasnya. Kita tahu, sektor bisnis kelapa sawit sangat ketat kompetisinya. Jadi harus dibuktikan dengan produk (bibit sawit) sendiri karena sudah terbukti menguntungkan bagi manajemen,” ungkap Yong.
Sinar Mas Agribusiness and Food memiliki solusi produk untuk membantu peningkatan produktivitas sawit antara lain DxP Dami Mas, DxP Dami Mas IGR, Ramet EKA, Feromon Rhinomas, dan Mycormas.
Tony Liwang, Head of Plant Production and Biotechnology Division PT SMART Tbk, mengatakan saat ini ada 19 produsen benih sawit dengan 68 varietas. Dari 68 varietas, terdapat 2 benih sawit hasil kultur jaringan (klon), yang keduanya dikeluarkan oleh PT SMART Tbk. Dengan mengembangkan kultur jaringan, kami ingin menghasilkan benih sawit terbaik.
Selanjutnya ia mengutarakan saat ini rata-rata produksi nasional adalah 3,5 ton/CPO/tahun, sementara untuk skala industri sekitar 5 ton/CPO/tahun. Jika mempertahankan dengan bibit yang sudah ada hanya bisa menghasilkan rata-rata 5 ton.
“Pihak manajemen menginginkan produksi CPO yang lebih, misalnya 8 ton/CPO/tahun. Lalu, bagaimana? Maka harus bisa “copy paste” atau klon dari bibit yang produksinya terbaik/tinggi, agar bisa mencapai 8 ton/CPO/tahun. Oleh sebab itu, kita mengembangkan benih sawit dengan kultur jaringan. Dengan demikian bisa mendapatkan benih sawit yang diharapkan,” jelas Tony.
“Bukan hanya yield tinggi, tetapi juga membuktikan tanaman yang toleran ganoderma dan kekeringan. Namun, memang proses (kultur jaringan) memerlukan waktu yang cukup panjang 4–6 tahun. Tetapi produksi benihnya bisa lebih banyak. Memang, masih ada yang menganggap klon benih sawit hal baru, tetapi sebenarnya sudah ada sejak 20–25 tahun lalu. Untuk proses produksi benih sawit dengan cara klon, didukung dengan tim riset. Teknologi ini sudah dimulai sejak 10 tahun lalu,” tambahnya.
Pengendalian hama penyakit
Selain itu, para pekebun juga kembali diingatkan hama kebun sawit yang kerap menyerang yakni kumbang tanduk. Jika tidak dikendalikan dengan tepat menyebabkan kerugian ekonomi.
PT SMART Tbk juga memiliki produk feromon (Rhinomas) dan pupuk Mikoriza. Produk feromon untuk mengendalikan kumbang tanduk yang selama ini “menghantui” para pekebun sawit. Terlebih pada saat replanting (peremajaan kebun sawit).
Dijelaskan Tony, seperti diketahui pada saat replanting kumbang tanduk sering muncul. Namun, dulu untuk mengatasi serangan kumbang tanduk dengan cara membunuh, tetapi saat ini lebih banyak dikendalikan tanpa mematikannya.
“Jadi, kumbang tanduk yang ada diperkebunan sawit sekarang sudah tidak lagi dibunuh dengan pestisida, melainkan feromon yang diproduksi sendiri (PT SMART Tbk). Yang sudah digunakan sejak 10 tahun lalu, digunakan di internal. Saya tidak akan mengatakan kualitas/mutunya, tetapi silakan dicoba,” jelasnya.
“Sekali lagi, saya sampaikan. Sebelum Anda (pekebun) melakukan replanting dan kumbang tanduk belum ada, kondisikan dulu lahannya supaya kumbang tanduk tidak ada dengan mengendalikan kemunculannya,” tambah Tony.
Rhinomas merupakan feromon atraktan yang ampuh menarik hama kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros) ke dalam perangkap. Kemasan (Rhinomas) dirancang khusus untuk dapat terlepas perlahan, sehingga sangat efektif untuk digunakan di perkebunan kelapa sawit. Rhinomas sudah memiliki izin edar yang resmi dikeluarkan Kementerian Pertanian, dengan SK Mentan No 633/Kpts/SR.330/10/2017.
Penggunaan Rhinomas telah terbukti mengurangi populasi hama (kumbang tanduk) yang menyebabkan kerusakan tanaman kelapa sawit fase Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dan Tanaman Menghasilkan (TM).
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 139)