SERGAI, SAWIT INDONESIA – PT Paya Pinang Group mampu membuktikan sorgum sebagai tanaman sela di kebun peremajaan sawit yang berlokasi Kebun Mendaris B, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, Minggu (22 November 2020). Kesuksesan ini dibuktikan dalam panen perdana sorgum di Kebun Mendaris dan penanaman perdana tanaman kelapa sawit di Kebun Laut Tador, Paya Pinang Group, Kabupaten Batubara Sumatera Utara, Minggu (22 November 2020).
Presiden Direktur Paya Pinang Group Kacuk Sumarto mengatakan bahwa penanaman sorgum sangat bermanfaat untuk dijadikan tanaman sela dalam kegiatan peremajaan sawit rakyat. Selain itu, sorgum merupakan tanaman alternatif pangan nasional.
“Tanaman ini sangat menguntungkan bila daun sorgum yang telah dipanen dijadikan makanan sapi dan kotoran sapi dijadikan biogas dan sebagai tambahan untuk pupuk tanaman sawit,” ujar Sumarto dalam perbincangan bersama Sawitindonesia.com.
Kegiatan ini dihadiri perwakilan pemerintah pusat dan daerah antara lain Ir. Musdhalifah Machmud, MT, (Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Perekonomian RI), R Sabrina (Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara), Ir.H Zahir, M.AP (Bupati Batubara), perusahaan anggota GAPKI di Sumatera Utara, akademisi.
Kacuk menjelaskan penanaman sorgum memberikan terobosan ketahanan pangan bagi para petani pada saat peremajaan kelapa sawit. “Yang ditanam adalah tanaman semusim yang mempunyai nilai jual di sekitar lokasi peremajaan kelapa sawit rakyat tersebut,” ujarnya.
Menurutnya kegiatan panen sorgum dan jagung yang dilakukan oleh Paya Pinang ini merupakan bentuk atau fasilitasi yang bisa dipakai para petani untuk belajar menanam sorgum dan untuk mencari bukti bahwa penanaman tanaman sela semusim ini bisa menguntungkan petani dari sisi ekonomi maupun dari sisi teknis budidayanya.
Panen perdana ini menghasilkan sorgum sebanyak 3 ton kering/hektar/ sekali panen, atau 8-9 ton/hektar/tahun. Sorgum sekali tanam dapat dipanen 3 kali setiap 4 bulan, atau sekali tanam bisa dipanen 3 kali dalam satu tahun. Setelahnitu tanam lagi).
“Dari sorgum bisa menghasilkan ampas batang dan daun sejumlah sekitar 210 ton/hektar/tahun cukup bisa menyediakan pakan ternak untuk 10 ekor sepanjang tahun dengan jatah makanan 30 kilogram per hari,” dijelaskan Kacuk.
Dalam sambutannya, Musdhalifah Machmud menjelaskan bahwa Program PSR ini di lakukan agar dirasakan manfaatnya oleh petani kelapa sawit dan berguna untuk mengoptimalkan hasilnya, semua ini untuk kesejahteraan rakyat. Program ini merupakan program strategis nasional, karena sawit termasuk penunjang ekonomi terbesar. Pemerintah memberikan dana hibah PSR sebesar Rp 30 juta per hektare beserta fasilitas pendampingan. Dengan persyaratan yaitu lahan terdaftar dan berkelompok.
“Kami mengapresiasi kegiatan panen perdana dan penanaman sorgum di lahan PSR ini dalam upaya mendukung ketahanan pangan nasional,” ujar Musdhalifah.
Selanjutnya, Dr. Sabrina, Sekretaris Daerah Sumatera Utara menyampaikan salam dari Bapak Gubernur Sumatera Utara, ini yang mendukung program ketahanan pangan nasional salah satunya melalui sorgum. Tanaman ini multifungsi karena selain menjadi bahan pangan juga dapat dijadikan pakan ternak.
“Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada Paya Pinang yang menyediakan lahan pertanaman sorgum sebagai demplot untuk menciptakan ketahanan dan kemandirian pangan di Sumatera Utara. Melalui kegiatan ini kami berharap petani mau mengembangkan budidaya sorgum,” ujarnya.
Dr. Eddy Sutarta, Peneliti Senior Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) mengatakan tumpangsari sawit dengan tanaman semusim merupakan kegiatan yang telah banyak dilakukan oleh petani, sebagai upaya memperoleh nilai tambah pemanfaatan lahan terutama saat peremajaan dimana tdk ada pendapatan dari TBS. Manfaat tumpangsari dapat menekan perkembangan gulma.
Dalam hal ini, dikatakan Eddy Sutarta, bahwa tanaman jagung, kedelai, dan singkong banyak ditanam sebagai tanaman sela. Sementara itu, jarang yang menanam sorgum karena petani belum familiar atau blm banyak mengenal teknik budidaya, pengolahan, dan pemasaran sorgum.
“Layak dicoba untuk integrasi sawit – sapi – sorgum dengan catatan sapi dikandangkan. Masalah yang muncul dlm integrasi sawit – sapi selama ini bukan pada sistemnya tetapi ketersediaan bakalan, kualitas pakan, dan pemasaran daging. Apalagi petani tidak punya akses pada penyediaan bakalan unggul dan pemasarannya. Yang terpenting, petani diberikan pendampingan dalam pola integrasi ini terutama dari aspek pemasaran,” jelasnya.
Bupati Batubara, Ir. H. Zahir, M.AP mengatakan daerahnya memiliki target program PSR seluas 10.00 ha tetapi hari ini masih jauh dari target. Di sisi lain berkaitan pandemi Covid-19, tanaman tumpang sari seperti tanaman sorghum atau tanaman pendamping nasi yang lain dapat dimanfaatkan sebaik mungkin untuk membantu kebutuha pangan masyarakat.