Dalam pandangan Bambang sebagai Dirjenbun, target peremajaan (replanting) sawit petani seluas 20.780 hektare terlampau kecil. “Seharusnya bisa 100 ribu sampai 200 ribu hektare. Tapi serahkan urusan replanting kepada kami,” tegas Bambang, Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian RI dalam wawancara di kantornya pada 10 Oktober 2017.
Menurut Bambang, target tersebut dapat dijalankan asalkan ada dukungan dari berbagai lembaga dan pihak lainnya. Sejatinya, negara sudah menunjuk Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun) untuk mengurus sektor perkebunan. Dalam pelaksanaan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit, ada keinginan sejumlah pihak supaya pelaksanaan teknis replanting tidak usah dilimpahkan kepada Ditjenbun.
Bambang mencontohkan muncul kekhawatiran apabila replanting dilimpahkan kepada pihaknya, nantinya memakai bibit palsu. Seakan-akan benih dikembangkan masyarakat itu bagian dari tugas Ditjenbun. Padahal itu masyarakat sendiri yang mengembangkan benih.
“Ketika ditjenbun ingin melaksanakan malah ada keraguan. Justru merekrut orang lain dengan biaya mahal. Padahal mereka belum tentu paham replanting. Lalu kasih saran tetapi tidak jalan,” kata Bambang.
Seandainya Kementrian Keuangan menghimpun dana pungutan lalu disalurkan kepada Ditjenbun. Bambang optimis peremajaan sawit petani dapat dikerjakan lebih maksimal.“Gak susah karena sudah pekerjaan kita,”tambahnya.
Dalam pandangannya, struktur ditjenbun sudah kuat dari provinsi sampai kabupaten yang siap terapkan replanting. “Karena bukan kami yang jalankan, sehingga salah urus itu,” tuturnya,
Namun demikian, Bambang tetap mengapresiasi kerja BPDP-KS karena secara teknis diserahkan kepada Ditjenbun. Hasilnya sudah ada pedoman teknis replanting. Selanjutnya, Kementerian Keuangan menerbitkan peraturan menteri sebagai petunjuk pelaksanaan program replanting.
Semenjak berdiri tahun 2015, BPDP-KS baru bisa merealisasikan dana replanting pada tahun ini. Artinya, hampir dua tahun lamanya program replantin jalan di tempat. Kondisi ini, menurut Bambang, membuat imej BPDP-KS menjadi tidak bagus. “Masyarakat ini mempertanyakan BPDP, jadi atau tidak (replanting). Kita minta petani supaya mengajuan bantuan peremajaan, tapi enggan. Karena tidak yakin usulan biaya dapat terealisasi,” paparnya.
Menyelesaikan persoalan ini, menurut Bambang, tinggal menunggu komitmen semua pihak. Negara dalam hal ini pemerintah menunjuk Ditjenbun untuk membina sektor perkebunan. Namun demikian, dia sadar pembangunan perkebunan tidak terpaku kepada Ditjenbun.
“Mungkin peranan kami hanya 25%. Selebihnya ada peranan pihak lain. Kami sadar itu. Tetapi yang bertanggungjawab mengawal urusan perkebunan, komandannya Ditjenbun. Pihak lain sifatnya membantu,” tegas Bambang.
Dalam konteks kemitraan dan kelembagaan petani, Bambang menjelaskan bahwa sesuai UU Nomor 39 Mengenai Perkebunan terdapat tiga komoditas diatur yang dalam pengelolaan terintegrasi antara on farm dan off farm, baik antara industri dan petani sebagai plasma. Tiga komoditas tersebut adalah kelapa sawit, tebu, dan teh.
Pola integrasi dalam tiga komoditas ini, menurut Bambang, apabila tidak dilakukan maka petani berpotensi merugi sehingga diatur regulasi. Selain itu, tiga komoditas ini butuh kepastian penjualan pasca dipanen. Bahkan perlu kepastian harga supaya komoditas tidak rusak, contohnya buah sawit dalam waktu 24 jam perlu diolah secepatnya.
“Disinilah, pemerintah hadir melindungi petani. Jangan sampai ada petani yang mengembangkan sawit tanpa bermitra dengan industri,” tutur Bambang.