Di dalam dunia pengetahuan, terutama untuk bidang ilmu tanah, gambut dikenal dengan sebutan Histosols (soil Survery staff, 1999) atau yang populer disebut sebagai peat (Andriesse,1988). Penamaan gambut diambil dari nama Kecamatan Gambut,dekat Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Di kecamatan tersebut usaha petanian pada lahan gambut dapat berhasildengan baik untuk pertama kalinya, yaitu pada walat tahun 1930an. Atas dasar itulah para ahli ilmu tanah di Indonesia sepakat untuk mengunakan istilah peat sebagai gambut.
Gambut menjadi dikenal secara nasional antara lain karena peranan Proyek Pembukaan Persawahan Pasang Surut (P4S) yang dimulai pada tahun 1969. Sebagai pengelola P4S pda tingkat nasional saat itu adalah Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik (PUTL). Pemilihan daerah pasang surut untuk persawahan, selain karena telah banyak masyarakat pendatang yang berasal dari Sulawesi Selatan (suku Bugis) dan Kalimantan Selatan (suku Banjar) membuka daerah rawa tersebut di beberapa tempat di Sumatera dan di Kalimantan, dan berhasil, tetapi juga didasarkan pada adanya energi pasang air laut yang dapat dimanfaatkan untuk pengairan pada dataran pantai yang relatif datar. Selain itu, sebagai alasan utama kenapa diarahkan pada pembukaan lahan untuk persawahan adalah karena pada saat itu (pada akhir tahun 1960an) bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan penyedian pangan, terutama beras ( Harahap, 1993).
Pada awal dimulainya P4S, informasi tentang jenis tanah dan potensi lainnya untuk pertanian yang ada pada lahan pasang surut belum terungkap secara rinci. Oleh karena itu, dalam kegiatan pengembangannya Departemen PUTL mengundang UGM, ITB dan IPB unuk melakukan kajian/penelitian dan survei guna mengetahui kemampuan dan kesesuaian lahannya. Kegiatan survei dan pemetaan tanah dimulai pada tahun 1969/1970. Dalam kurun waktu tidak kurang dari 10 tahun ternyata hanya mampu melakukan pemetaan tanah sekitar 1,0 juta hektar. Dari hasil survai diperoleh bahwa lahan yang dipetakan kenyataannya tidak hanya lahan rawa pasang surut, tetapi jug termasuk lahan rawa yang hanya dipenuhi air hujan/air tawaryang disebut sebagai rawa lebak. Informasi tentang penyebaran lahan gambut di dua lingkungan rawa tersebut serta permasalahan dan potensinya untuk pertanian menjadi terungkap secara jelas. Endapan gambut yang ditemukan pada saat survei dilakukan hampir seluruhnya ditutupi oleh hutan lebat yang kaya akan spesies pohon (Tim P4S-IPB 1975), di mana untuk beberapa spesies di antaranya mempunyai nilai ekonomi kayu yang tinggi.
Sumber : Desain Pengelolaan Lahan Gambut Produktivitas Pertanian Berbasis Perkebunan, Prof. Dr. Supiandi Sabiham