PT Astra Agro Lestari Tbk mengelola perkebunan sawit yang tersebar mulai dari Aceh sampai Sulawesi seluas 285.024 hektare. Mewujudkan harmonisasi bisnis dengan membangun kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan.
Santosa, Presiden Direktur PT Astra Agro Lestari Tbk, tampil santai ketika menyapa 30 jurnalis dari berbagai daerah di Indonesia dalam acara “Talk to The CEO”. Digelar pertengahan Februari 2019 di Bandung, Santosa menyampaikan perkembangan terkini emiten berkode AALI ini. Ada tiga point yang menjadi pembahasannya mulai dari kinerja perusahaan, program kemitraan sampai aplikasi digital.
Dalam pemaparannya, Santosa menyampaikan peningkatan produksi Tandan Buah Segar (TBS) sawit sebesar 10,2% menjadi 5,7 juta ton dibandingkan tahun 2017 berjumlah 5,2 juta ton. Kenaikan produksi TBS sawit berdampak positif terhadap produksi Crude Palm Oil (CPO) yang tumbuh 18,5% menjadi 1,9 juta ton, dibandingkan tahun sebesar 1,63 juta ton. Sepanjang 2018, produksi kernel terdongkrak menjadi 420.900 ton dari tahun sebelumnya sebesar 356.600 ton.
Selain itu, bisnis produk turunan sawit AALI menunjukkan kinerja positif. Refineri Astra Agro yang berada di Sulawesi Barat menghasilkan 327.600 ton olein sepanjang tahun 2018 atau meningkat 16,1% dari tahun 2017 yakni sebesar 282.200 ton. Alhasil, trading CPO perusahaan naik juga 4 kali lipat menjadi 375.000 ton pada 2018.
Alokasi belanja modal tahun ini sama seperti tahun lalu sebesar Rp 1,5 triliun. Sebagian besar dana sekitar 40% dipakai untuk Tanaman Belum Menghasilkan (TBM). “Setiap tahun belanja modal tidak akan kurang dari Rp 1,4 triliun sampai Rp 1,5 Triliun. Karena kami mesti alokasikan bagi pengeluaran rutin,” ujar Santosa.
Perusahaan juga menyiapkan dana sebesar Rp 150 miliar untuk peningkatan kapasitas pabrik sawit yang sudah berjalan. Menurut Santosa kapasitas akan dinaikkan untuk mengantisipasi pasokan buah dari kebun inti dan petani sekitar. “Pabrik yang kapasitasnya ditingkatkan berlokasi di Kalimantan. Dananya sekitar Rp 150 miliar. Peningkata kapasitas dengan menambah jembatan timbang maupun loading ramp,” ujarnya.
Belanja modal, kata Santosa juga terpakai untuk perawatan jalan kebun, jembatan, rumah karyawan, poliklinik, dan gedung sekolah di kebun. Santosa mengakui nilai belanja modal tahun ini tidaklah besar karena sudah menyelesaikan pembangunan pabrik sawit baru di Kalimantan Selatan pada akhir tahun lalu.
Pabrik baru tersebut berkapasitas terpasang 45 ton TBS per jam. Dengan tambahan pabrik baru ini, maka kapasitas produksi AALI akan menjadi sebanyak 1.555 ton per jam. Sebelumnya, produksi anak usaha Grup Astra sebesar 1.510 ton per jam.
Astra Agro menunjukkan kemampuannya dalam pengembangan integrasi sapi sawit sejak 2016. “Bisnis peternakan sapi hasilnya memuaskan karena mengalami peningkatan dari 1300 ekor pada 2017 naik menjadi 10.061 ekor pada 2018,” tambah Santosa.
Tahun ini, emiten berkode AALI
menargetkan penjualan sapi mencapai 15.000-20.000 ekor di tahun
ini. Santosa menegaskan program ini menunjukkan dukungan perusahaan dalam
upaya ketahanan pangan terutama daging tiap tahunnya. “Tahun ini kita
rencana untuk mulai running di Kalimantan Timur, kemarin kan sudah di
Kalimantan Tengah. Dan tim saya lagi melihat mudah-mudahan feasible untuk bisa
ada di Sumatera,” kata Santosa.
Di Kalimantan Timur,
perusahaan telah menyiapkan kandang dengan kapasitas sebesar 2.000 ekor
terlebih dahulu. Menurut Santosa, Astra Agro termasuk yang terbesar untuk
breeding mencapai 10 ribu ekor sapi. Yang menjadi tantangan, pengembangan
program ini memerlukan lahan cukup luas. Sebagai gambaran, pemeliharaan 10 ribu
ekor sapi memerlukan 300 orang tenaga kerja.