JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Menyadari pentingnya penyuluh bagi petani dan upaya melakukan perubahan penyuluhan di era digital untuk industri kelapa sawit berkelanjutan mengikuti perkembangan jaman. INSTIPER berkolaborasi dengan Yayasan KEHATI dan SPOS (Strengthening Palm Oil Sustainability) kembali adakan Webinar dengan tema “Transformasi Penyuluhan di Era Digital Menuju Sawit Berkelanjutan”, pada Kamis (7 April 2022).
Seminar yang digelar secara online merupakan tindak lanjut dari kerjasama INSTIPER, Yayasan KEHATI dan SPOS yang pada tahun lalu berhasil menciptakan aplikasi SawitKita. Aplikasi yang dapat dimanfaatkan pelaku usaha perkebunan kelapa sawit (petani sawit) dalam mencari beragam informasi yang berkaitan dengan budidaya kelapa sawit dan informasi lainnya. (SawitKita) berfungsi sebagai penyuluh di era digital dalam mendukung sawit berkelanjutan.
Webinar ini menghadirkan tiga narasumber di antaranya Dr. Ir. Momon Rusmono, MS (Dosen Politeknik Pembangunan Pertanian Bogor), Sultan Muhammad Yusa, SE, MIB (Senior Promotion and Partnertship Analyst BPDPKS) dan Dr. Ir. Purwadi, MS (Kepala Pusat Sains Kelapa Sawit INSTIPER).
Dr. Harsawardana, M.Eng, Rektor INSTIPER mengatakan pihaknya menyelenggarakan webinar dengan tema “Transformasi Penyuluhan di Era Digital Menuju Sawit Berkelanjutan” sebagai upaya mendorong petani sawit memanfaatkan kelimpahan teknologi digital di industri 4.0 agar mencapai sawit berkelanjutan (sustainability).
“Sustainability memiliki spektrum yang sangat luas dan besar karena menyangkut politik, ekonomi, sosial, lingkungan, hukum dan teknologi. Secara garis besar aspek-aspek ini juga bersifat biostrategis karena faktor-faktor tersebut dipengaruhi oleh geopolitik dan geoekonomi global/dunia,” ujarnya, saat sambutan sekaligus membuka webinar.
Selanjutnya, ia mengatakan seperti diketahui perkebunan kelapa sawit di Indonesia dikelola oleh petani rakyat, korporasi dan pemerintah. Sementara untuk perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh rakyat/pekebun sekitar 41% dari total luasan perkebunan kelapa sawit nasional, ke depan harus dikelola secara berkelanjutan termasuk dalam memperoleh sertifikasi keberlanjutan atau Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).

“Untuk itu, kolaborasi antara SPOS, yayasan KEHATI dan INSTIPER membuat satu ekosistem digital (aplikasi) yang disebut SawitKita. Dalam rangka memudahkan pemerintah dan pekebun sawit rakyat untuk dapat mencapai sustainability,” imbuh Harsawardana.
Berkaitan dengan penyuluhan petani di Indonesia, Momon Rusmono menjelaskan peran dan fungsi penyuluhan digital. Peran utama penyuluh yaitu memenuhi kebutuhan petani atas informasi/inovasi teknologi, yang terjangkau, relevan dan dapat diandalkan. Dan, penyuluh berperan sebagai fasilitator dan penyaring informasi.
“Sementara itu, fungsi penyuluhan digital yaitu menyediakan, mempermudah dan mempercepat proses penyebaran informasi. mempersempit jarak, ruang dan waktu serta memperluas jejaring dan jangkauan. Memberikan layanan secara langsung, cepat dan akurat kepada petani. Sebagai materi, media penyuluhan, kemasaan penyuluhan lebih menarik dengan bantuan TIK. Dan, petani dapat bertukar informasi, tanpa mempersempit jarak, ruang dan waktu serta memperluas jejaring dan jangkauan. Memberikan layanan secara langsung, cepat dan akurat kepada petani. Sebagai materi, media penyuluhan, kemasaan penyuluhan lebih menarik dengan bantuan TIK. Dan, petani dapat bertukar informasi dan permasalahan dengan petani lain yang berada di luar wilayahnya,” jelas Momon.
Pada kesempatan yang sama, Purwadi menjelaskan untuk mempercepat ISPO bagi petani, pihaknya telah mengembangkan platform digital terkait dengan pendidikan dan peningkatan kapasitas bagi petani sawit. “Aplikasi SawitKita ini adalah upaya untuk melakukan transformasi pendidikan dan penyuluhan berbasis digital untuk mengembangkan petani sawit profesional bersertifikat di dalam perkebunan kelapa sawit,” ucapnya.
Selama ini sertifikasi berbasis pada sistem proses, namun sebelumnya atau dulu sertifikasi berbasis personal. Lalu, bagaimana dengan petani sawit, apakah bisa menjadi petani yang profesional yang paham Best Agriculture Practices (BAP)? Solusinya dapat memanfaatkan platform digital SawitKita.
Dikatakan Purwadi, perkembangan industri sawit awalnya hanya dilakukan oleh perusahaan besar, namun dalam kurun waktu kurang lebih 50 tahun, perkebunan kelapa sawit dikelola oleh pekebun/petani sawit yang saat ini mencapai 41% dari total luasan perkebunan sawit nasional. Tetapi, masih menghadapi tantangan yaitu rendahnya produktivitas. Terdapat yield gap antara actual yield dengan attainable yield di perkebunan besar dan perkebunan rakyat di atas 30%.
Purwadi, Direktur Pusat Sains Kelapa Sawit INSTIPER menjelaskan pihaknya memberikan platform substitusi untuk membantu persiapan petani sawit. Sebuah platform digital (SawitKita) yang akan membantu peningkatan kapasitas petani sawit.
“Di tengah tantangan itu, terbit Perpres No 44 Tahun 2020 tentang sertifikasi ISPO wajib/mandatory untuk semua pelaku usaha perkebunan kelapa sawit (swasta, negara dan pekebun rakyat). Dan, diberi tenggat waktu 5 tahun sejak aturan itu terbit. Pada 2025 mendatang perkebunan harus tersertifikasi (ISPO), pihak perusahaan belum semua bersertifikasi ISPO. Lalu, bagaimana dengan petani, tentu saja tertatih-tatih. Bagaimana mempercepat ISPO terutama bagi petani sawit, “pungkasnya.