JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) kembali tidak berjalan sesuai harapan. Petani sawit di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, kesulitan mendapatkan rekomendasi dari Kantor Pertanahan BPN setempat dan hal ini hampir terjadi merata di seluruh Provinsi sawit.
“Jadi BPN Paser tidak mau mengeluarkan rekomendasi karena petani diminta balik nama (sertifikat) kepada pemilik lahan saat ini. Karena balik nama mahal dan lama maka petani lalu mengurus SKT (Surat Keterangan Tanah) namun hal ini tetap saja gagal di BPN. Padahal dari Ditjen Perkebunan memperbolehkan seperti girik dan segel. Di tahun lalu, kami bisa. Lalu kenapa tahun ini tidak boleh,” ujar Betman Siahaan, Ketua DPW APKASINDO Kalimantan Timur.
Di lapangan, Kantor BPN tidak mau menerbitkan sertifikat kepada petani plasma padahal program Plasma satu daur (28 tahun sudah berakhir).
“Berkas persyaratan PSR sudah sampai di Ditjen Perkebunan. Namun rekomendasi teknis tidak juga keluar karena belum keluarnya rekomendasi BPN setempat,” jelas Betman.
Rekomendasi dari BPN guna memastikan lahan untuk PSR tidak tumpang tindih dengan hak guna usaha. Salah satunya meminta BPN Paser menerbitkan surat rekomendasi atas lahan yang diajukan penerima PSR oleh masyarakat. Harusnya hal seperti ini tudak perlu, karena Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Paser telah mengeluarkan rekomendasi tidak ada tumpang tindih.
”Ini kebun petani plasma yang tidak bersentuhan dengan kawasan hutan. Makanya Dinas LHK terbitkan rekomendasi. Kami seperti dibola-bola tak berujung,” ujar Betman
Menurutnya biaya ukur ulang kebun ini sudah dibayarkan karena masuk komponen kredit plasma.”PTPN XIII (kebun inti) sudah membayarkan biaya sertifikasi ini. Tetapi sertifikatnya belum diterbitkan semua, kami sudah menunggu puluhan tahun, baru sebagian yang terbit. Jadi ada dua persoalan dengan BPN, yang pertama masalah sertifikat dan yang kedua masalah rekomendasi BPN. Lalu BPN setempat meminta biaya lagi dan Kami tolak karena tidak mau bayar dua kali,” tambah Betman.
Betman menjelaskan ada 17 koperasi yang belum diterbitkan rekomendasinya oleh BPN untuk pengajuan PSR. Masih ada sekitar 7.000 hektare yang belum terima sertifikat.
Betman menjelaskan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Kaltim bersama perwakilan koperasi petani Kelapa sawit sudah datang ke Kantor Pertanahan BPN Paser. Tujuannya meminta penjelasan alasan tidak keluarnya rekomendasi. Semua persyaratan telah dipenuh. Namun, belum ada solusinya.
”Karena mereka (BPN) keras kepala. Kami ambil kesimpulan untuk langsung ke Dirjen Perkebunan selaku intansi vertikal kuasa rekomtek.
“Ini masalah serius bagi petani calon PSR yabg terancam gagal di Paser dan disaat yang bersamaan Presisen Jojowi mengharapkan capaian target PSR ini bisa maksimum”, ujarnya.
Supaya permasalahan tidak berlarut-larut, Betman Siahaan bersama perwakilan koperasi plasma terbang ke Jakarta ingin bertemu pihak Ditjen Perkebunan Rabu (15 Desember 2021) dan kami sudah berkoordinasi dengan Ketua Umum DPP APKASINDO. Perwakilan petani sebanyak 38 orang yang ke Jakarta, bayangkanlah susah-payah nya kami harus ke Jakarta dalam kondisi ekonomi kami sangat pas-pasan karena sawit kami sebagai sumber ekonomi keluarga sudah tidak menghasikan lagi,” ucap Betman dengan sedih.
Menanggapi hal ini, Ketua Umum DPP APKASINDO, Dr Gulat Manurung, ketika dihubungi melalui telepon, membenarkan sudah berkomunikasi dengan DPW Kaltim. Saya juga sudah berkomunikasi dengan Pak Direktur Tanaman Tahunan supaya hari ini berkenan berdialog dengan Petani sawit Kaltim untuk mencari solusi ekspres nya.
“Semula petani sawit Kaltim ini berencana akan demo ke Istana Negara, ke BPDPKS dan terakhir ke ATR/BPN, tapi saya larang, supaya mengedepankan dialog ke Pak Heru Dir Tanaman tahunan dulu, dan teman-teman petani Kaltim mau mendengarkan arahan DPP,” ujarnya.
“Inilah bentuk karut marut dari persyaratan PSR yang merupakan Program Strategis Nasional. Ini bukan rahasia lagi beranak-cucu nya persyaratan PSR dan bertambah-tambah tiap tahun. Waktu Pak Dirjen masih Pak Kasdi (sekarang Sekjend Kementan), kami sangat bangga karena persyaratan PSR dipangkas dari 14 ke 8 dan terakhir tinggal 2 persyaratan. Namun ternyata anak cucu nya yang 2 ini melebihi 14 kemudiannya,” keluh Gulat.
Ini bentuk pembohongan publik dan kami petani jadi korban PHP hampir di 22 Provinsi perwakilan APKASINDO, wajar saja capaian PSR nasional sudah berjalan 4 tahun baru di angka 40%.
“Kami berharap kejadian di Kaltim ini menjadi yang terakhir. Karena di daerah lain banyak terjadi persoalan serupa,” tegas Gulat.
Ia mengatakan apabila tidak berubah juga ego sektoral kementerian terkait. Maka, petani akan demo ke Istana Presiden.
“Apa boleh buat, saya sudah kehabisan kata-kata untuk melarang teman-teman Petani se Indonesia berunjuk rasa ke Istana Presiden. Biar sekalian Pak Jokowi dan Pak Maruf Amin tahu bobroknya tata-kelola PSR ini yang katanya ‘percepatan’ tapi yang ada malah perlambatan,” pungkas Gulat.