Jakarta, SAWIT INDONESIA – Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) menanggapi kisruh di medsos terkait pabrik kelapa sawit (PKS) tanpa kebun yang marak berdiri belakangan ini. Jika sejumlah kalangan mempermasalahkan, APKASINDO justru menilai PKS tanpa kebun tersebut jadi penyelamat harga tandan buah segar (TBS) sawit baik bagi petani bermitra, terkhusus petani swadaya.
Ketua Umum APKASINDO Dr. Ir. Gulat Manurung, MP, CIMA, CAPO mengatakan faktanya selama ini harga TBS petani swadaya dibeli oleh PKS-PKS selalu di bawah harga acuan dinas perkebunan di 22 Provinsi APKASINDO. Hal tersebut, tentunya merugikan petani swadaya, kita bicara fakta bukan romantisme atau nostalgia.
“Kalau yang merasa dan benar-benar petani sawit, pasti merasakan kebermanfaatan PKS jenis ini [PKS tanpa kebun],” ujar Gulat, Selasa (2/4/2024).
“Justru Kementan harus tampil sebagai “hero” untuk menolong petani sawit swadaya khususnya yang luasnya 93% dari total luas perkebunan rakyat (6,87 juta ha). Anda bisa bayangkan betapa memprihatinkannya nasib petani sawit swadaya dimana selisih harga Disbun rerata Rp500-1000/kg, belum lagi kejamnya potongan timbangan wajib di PKS rerata 5-15% dan ini sudah berlangsung puluhan tahun. Mari buka mata dan telinga,” lanjut Gulat.
Menurut Gulat, solusi dari permasalahan tersebut adalah dengan diwajibkannya (mandatori) PKS tanpa terkecuali untuk bermitra dengan petani melalui melalui revisi Permentan 01/2018. Artinya, ujar dia, tidak satu butir pun TBS masuk ke PKS jika bukan dari mitranya.
“Kalau ketahuan membeli TBS bukan dari mitra baru cabut izinnya. Konsep ini akan berdampak positif , dimana semua harga di PKS wajib mengacu ke harga disbun [Harga Mitra],” jelas Gulat.
Faktanya dari 1.118 PKS di Indonesia, hanya 7 pabrik sawit yang bermitra dengan petani swadaya (mitra swadaya) dan itu hanya di Riau yang jumlah PKS di Riau ada 326 PKS
Kemitraan selama ini ada masalah, faktanya, Gulat menjelaskan jika kemitraan antara PKS dengan petani (plasma) terus menurun jumlahnya. Tahun 1990-2000an, petani bermitra mencapai 1,7 juta hektar (ha). Saat ini hanya kurang lebih 400.000 ha. Artinya, menurutnya konsep kemitraan harus dievaluasi sesuai dinamika hulu-hilir sawit dan petani sawit generasi kedua.
“Di Indonesia, menurut catatan kami, ada 1.118 PKS (2019). Hanya 20-28% PKS yang melakukan kemitraan dengan petani [Mitra Plasma/Mitra Swadaya]. Lalu Apakah PKS yang 72% tadi harus ditutup? Bisa-bisa berbahaya sekali,” ujar Gulat.
Justru ini adalah peluang Kementan untuk berperan melakukan penertiban melalui Mandatori Kemitraan. Usul kami ini sangat menguntungkan semua pihak yaitu adanya kepastian pasokan TBS dan PKS yang selama ini tertib melakukan kemitraan (Plasma-Inti) tidak pusing dengan ‘godaan’ PKS Non Kebun.
Dia menilai, jika ada keinginan membatasi PKS itu jelas bertujuan monopoli. Jika PKS wajib bermitra, Gulat mengatakan harus ada regulasi yang memandatorikan semua PKS wajib bermitra tanpa kecuali.
Tidak bodoh investor bangun PKS jika pasokan TBS tidak memungkinkan, tinggal plotkan saja mana mitranya, lalu ikat dan umumkan.
“Kalau tidak dimandatorikan, maka petani swadaya yang luasnya 93% dari 6,87 juta hektar akan menjadi korban,” ungkapnya.
Negara melalui Kementan tidak bisa hanya melindungi yang 7% saja (petani plasma) sebagaimana Permentan 01 2018 hanya menyebut petani bermitra (plasma dan mitra swadaya). Aturan ini akan menjadi petani swadaya non mitra menjadi ‘tumbal’.
“Cukup sudah selama ini petani swadaya dipecundangi oleh PKS-PKS yang memiliki Inti dan Plasma dan PKS-PKS Non Kebun, negara harus melindungi kedua tipelogi petani sawit melalui mandatori tadi” tambahnya.
Lebih lanjut, Gulat mempertegas bahwa harus dipisahkan antara manfaat positif PKS Tanpa Kebun ke Petani Sawit Swadaya khususnya di satu sisi dan administrasi perizinan yang wajib dipenuhi oleh pengusul pendirian PKS di sisi lain.
“Tapi sepengetahuan saya, negara melalui Kementan harus hadiri untuk kepentingan hajat hidup orang banyak berbabasis kebermanfaatan dan kebenaran; Makanya dalam Revisi Permentan 01 2018 harus mewajibkan semua PKS bermitra tanpa kecuali. Sehingga tidak mengenal lagi harga non-mitra. Clear masalahnya, bukan malah mempermasalahkan PKS Non Kebun yang sudah ada tapi harus ditertibkan melalui revisi Permentan ” tutur Gulat dibilangan Kantor Kementerian Pertanian Jakarta.