JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) mendukung kebijakan minyak goreng murah sesuai arahan
Presiden Joko Widodo. Penyaluran minyak goreng murah sebanyak 1,2 miliar liter sangat dibutuhkan masyarakat supaya tidak berdampak buruk kepada perekonomian dan penghasilan.
“Pemerintah harus mengambil peran untuk menstabilkan harga minyak goreng yang sifatnya berkelanjutan di dalam negeri,” ujar Ketua Umum DPP APKASINDO, Dr. Gulat ME Manurung, MP.,C.APO.,C.IMA, seusai rapat terbatas Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Rabu (5 Januari 2022).
Ia mengatakan operasi pasar tidak akan menyelesaikan masalah karena sifatnya temporer. Selanjutnya dibutuhkan solusinya jangka panjang untuk mengantisipasi kenaikan harga kembali.
“Kami petani sedang susah akibat melambungnya harga pupuk dan herbisida serta saprodi lainnya. Namun kami tetap berpikir realistis dalam situasi melonjaknya harga Migor yang membebani emak-emak,” ujar Gulat yang baru meraih Certified International of Merger and Acquisition (CIMA) dari Quantum HRM International.
Ia mengatakan memang dampaknya kenaikan harga minyak goreng dalam tiga bulan terakhir harga memang sangat terkait harga CPO Dunia sebagaimana hukum ekonomi pada umumnya.
Sebelumnya, APKASINDO sebagai organisasi petani sawit terbesar di Indonesia, telah memberikan lima usulan rekomendasi untuk menekan harga minyak goreng.
Rekomendasi tersebut adalah menghitung ulang HPP 1 liter migor, mewajibkan eksportir CPO yang mengalokasikan kecukupan bahan baku minyak goreng nasional, membuat kemasan cluster Migor menjadi tiga kelompok yaitu premium (kualitas tinggi), standar, dan Migor Gotong Royong (Migor-GR), menginisiasi Industri minyak goreng yang dikelola oleh UKMK, dan terakhir pendanaan minyak goreng murah dari dana pungutan ekspor sawit.
Dikatakan Gulat, instruksi Presiden Jokowi stabilkan harga minyak goreng langsung direspon oleh BPDPKS melalui rapat Komite
Pengarah selama 4 jam setelah Rapat Terbatas DMSI bersama Kementerian Investasi selesai. Salah satu hasilnya adalah pemerintah mengambil opsi minyak sawit gotong royong dan pemanfaan dana sawit sebagaimana rekomendasi APKASINDO.
“Kami mendukung kebijakan pemerintah dalam rangka stabilisasi harga minyak goreng melalui pembiayaan dari dana sawit,” tegas Gulat.
Gulat menjelaskan upaya menekan harga minyak goreng secara sistematis dan instan dapat mengunakan instrumen dana sawit. Tapi sifatnya hanya sementara bukan jangka panjang.
“Saya rasa 6 bulan kucuran dana sawit sebesar 3,6 triliun rupiah sudah mencukupi,” urainya.
Gulat menjelaskan petani sawit berkeberatan insentif minyak goreng dari dana sawit jika bersifat permanen.
“Kementerian Perdagangan, Industri, Koperasi, dan Kemen Investasi/BKPM harus “putar otak”. Jangan manja dengan dana sawit, karena masih banyak peruntukan lain dari dana sawit tersebut, ” tegas doktor lulusan Universitas Riau ini.
Dalam Perpres 66 Tahun 2018 memang dana BPDPKS dapat dipakai untuk ketahanan pangan dan hilirisasi.
“Tapi tetap saya tegaskan bahwa penggunaan dana BPDPKS untuk stabilisasi harga Minyak Goreng ini hanya temporer dan lebih tepat difokuskan untuk usula APKASINDO membangun UKMK minyak goreng sebagaimana hasil rapat DMSI bersama Kementerian Investasi,” tambahnya.
Gulat mengulang kembali bahwa petani sawit punya kontribusi dan kembali menjadi “hatrick” karena dana pungutan sawit yang dikelola BPDPKS itu sesungguhnya hasil gotong royong petani juga.