JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Kalangan petani sawit meminta pemerintah dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI untuk bertindak tegas. Sebab, produk berlabel serupa sering kali dijual di masyarakat. Akibatnya imej kelapa sawit menjadi buruk di mata masyarakat.
“Untuk kesekian kali produk makanan (coklat) mendiskreditkan sawit. Paling mengkangkangi adalah produk ini diproduksi di Indonesia, sama halnya kejadian 1 tahun lalu yang pabriknya ada di Yogyakarta. Padahal, Indonesia adalah negara terbesar penghasil CPO Dunia,” ujar Gulat Manurung, Ketua Umum DPP APKASINDO, yang dihubungi melalui telepon dari Medan, Selasa (23 Februari 2021).
Ia menyayangkan lemahnya pengawasan BPOM. “Kami Petani Sawit Indonesia (APKASINDO) sebagai organisasi petani sawit terbesar di dunia memprotes dan sedang mempertimbangkan langkah hukum terhadap produk coklat ini,” ujarnya.
“Kami menghimbau supaya memboikot produk coklat ini. Jelas sudah melanggar regulasi yang berlaku di Indonesia, kita tidak usah berbasa-basi dalam hal ini, harus tegas,” tegas kandidat Doktor Lingkungan ini.
Dikatakan Gulat, sesungguhnya “pengkampanye negatif” sawit Indonesia adalah datang dari dalam bangsa kita sendiri, ya benar kita sendiri turut serta menyudutkan sawit yang sesungguhnya sawit adalah tulang punggung ekonomi Indonesia.
Padahal hasil penelitian ilmiah dari berbagai kampus terbaik dunia dan lembaga riset lainnya, sudah jelas-jelas menyimpulkan bahwa sawit penyelamat hutan-hutan terlantar dan sangat efektif menyerap CO2 dan menyumbangkan O2 dibandingkan tanaman kehutanan lainnya.
“Jelas ini motif dan modus politik perdagangan,” ujar Gulat.
Ia menyatakan salah satu contoh kampanye negatif yang berasal dari diri kita sendiri adalah kelalaian dari BPOM.
Di Bali, ditemukan produk coklat bermerek Pod Chocolate yang menggunakan label bebas minyak sawit di salah satu kemasannya. Produk coklat ini dimiliki Tobby Garrit sebagai Co-Founder & CEO Director PT Bali Coklat (Pod Chocolate).
Redaksi sawitindonesia.com menerima foto salah satu kemasan Pod Chocolate yang menampilkan tulisan No Palm Oil.
Di dalam website resmi Pod Chocolate juga menampilkan informasi menyesatkan sebagaimana tertera sebagai berikut Pada tahun 2017, kami mulai memproduksi berbagai jenis coklat, bukan hanya coklat batangan biasa. Coklat yang digemari masyarakat biasanya memiliki kandungan lebih dari 50% gula (gula pasir), menggunakan susu hewani, dan mengandung minyak kelapa sawit. Persebaran coklat semacam itu ikut serta menyebabkan hilangnya lahan habitat orangutan, gajah, dan harimau.
“Saya meminta supaya Pemerintah dalam hal ini BPDPKS lebih intens mengkampanyekan sawit itu baik dari sisi lingkungan, sosial dan ekonomi, ya karena salah satu tugas BPDPKS adalah diplomasi dan kampanye positif sawit,” ujarnya.
Gulat mengatakan, “Sangat setuju dengan statemen Dirut BPDPKS. Kita harus ofensif. Tidak boleh menunggu diserang, harus menyerang. Maka itu media-media, kampus-kampus, sekolah dan semuanya elemen bangsa ini harus bahu membahu, tanpa sawit ekonomi kita akan sangat sulit, terkhusus dalam situasi dampak pandemi covid 19. “