Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin meminta kepada pemerintah untuk mengevaluasi kembali program food estate yang telah menghabiskan dana negara cukup besar terhadap efektifitas tujuannya. Akmal menyampaikan, dari pembicaraan di berbagai forum yang berkaitan dengan ketahanan pangan, masalah food estate kembali menjadi perhatian dan diskusi publik.
Meski Kementeriian Pertanian mengklaim food estate merupakan program ketahanan pangan yang suskses di masa pandemi, tapi pada kenyataannya, importasi beberapa komoditas pangan sejak tahun 2020 masih terus saja berlangsung.
“Saat ini situasi pangan kita tidaklah benar-benar aman dari sisi pemenuhan komoditas pangan dari dalam negeri. Impor masih terjadi sana-sini baik di tanaman pangan, horti maupun peternakan seperti daging sapi. Bahkan Nilai tukar petani (NTP) bulan Juli pun menunjukkan penurunan dari bulan sebelumnya,” ucap Akmal dalam keterangan rilisnya kepada Parlementaria, Selasa (24/8/2021).
Untuk itu, wakil rakyat dapil Suawesi Selatan II ini menyimpulkan, perlu ada evaluasi, antara anggaran yang dikeluarkan negara dengan hasil yang berdampak kepada masyarakat pada usursan pemenuhan kebutuhan pangan
Akmal mengatakan, saat ini masih terjadi terganggunya rantai pasokan pangan domestik dan proses produksi pangan akibat anjuran pembatasan sosial ditambah banyaknya pemutusan kerja di masa pandemi Covid-19. Kenaikan angka pengangguran berpotensi menurunkan daya beli dan meningkatkan kerawanan pangan dan gizi.
“Negara kita perlu solusi pangan yang berkesinambungan, dimana tersedia produk pangan yang murah untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga, sekaligus memiliki kualitas gizi yang baik,” tuturnya.
Selain dapat memenuhi kebutuhan pangan yang baik, sambung Akmal, pemenuhan kebutuhan dalam negeri sekaligus akan meningkatkan kesejahteraan petani. “Food estate yang sudah berjalan sejak pemerintahan zaman Presiden Suharto dan banyak gagal, kemudian mulai digalakkan kembali oleh Presiden Jokowi sejak tahun 2020, tapi hingga kini belum menyelesaikan persoalan pangan nasional,” paparnya.
Berkaitan dengan informasi bahwa food estate menjadi alat perampasan ruang berkedok ketahanan pangan, Akmal sangat menyayangkan tidak adanya komunikasi yang baik antara pelaksana program food estate dengan masyarakat yang terdampak sekitar area pelaksanaan. Menurutnya, kasus sengketa lahan food estate antara pemerintah dengan masyarakat adat dapat menjadi bola liar yang dibawa ke ranah hukum internasional.
Politisi PKS ini juga mengatakan bahwa negara kita ini sedang banyak masalah. Ia menyarankan agar jangan sampai ada masalah baru yang berujung pada pengurasan dana negara. Sebagai contoh arahan lokasi food estate di Papua seluas ± 2.684.680,68 hektar, dimana lebih dari dua juta hektar berada di kawasan hutan. Di masa depan, kebijakan tersebut akan berpotensi mendorong laju konversi dan deforestasi di Papua dan bisa mengancam lingkungan hidup dan relasi masyarakat dengan alam.
“Food estate ini menjadi salah satu Program Strategis Nasional (PSN) 2020-2024. Tapi evaluasi berkala mesti dilakukan per triwulan apakah target dan tujuanya membuahkan hasil. Jangan sampai negara ini rugi dua atau tiga kali, seperti dana keluar besar akibat food estate, tapi importasi jalan terus. Akibatnya Petani tidak sejahtera, Negara merugi sangat besar, Lingkungan terganggu dan hubungan masyarakat dengan negara kurang baik” tutup Andi Akmal Pasluddin.
Sumber: dpr.go.id