PEKANBARU, SAWIT INDONESIA – Titik panas (hotspot) di provinsi Riau sudah berkurang signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini tidak lepas dari kesadaran petani yang sudah menjauhi kegiatan pembakaran lahan menjadi tidak lagi membakar lahan.
“Petani sepakat tidak membuka lahan dengan cara membakar karena itu sangat tidak baik. Saya minta kepada anggota supaya menjaga marwah provinsi Riau. Sehingga tidak lagi dicap sebagai pengekspor asap,” kata Gulat Manurung, Ketua DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Provinsi Riau, dalam kata sambutan di Seminar Nasional Kelapa Sawit bertemakan “Kolaborasi dan Sinergi Dalam Mewujudkan Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Yang Berkelanjutan”, di Pekanbaru, Senin (17 September 2018).
Gulat mengatakan arahan supaya tidak membakar lahan dipatuhi anggota APKASINDO Provinsi Riau yang berjumlah 518 ribu orang dan jumlah pemegang Kartu Tanda Anggota (KTA) sekitar 317 ribu petani tersebar di 11 kabupaten dan 118 kecamatan.
“Dalam tiga tahun terakhir, kegiatan pembakaran lahan dapat terkendali,”jelas Gulat.
Menurut Gulat, seminar yang diadakan selama dua hari ini dilatarbelakangi oleh adanya tudingan miring bahwa petani sawit masih dituduh turut terlibat dalam degradasi lahan di Indonesia. Isu lainnya, kapasitas perkebun, kelembagaan, lahan dan kawasan juga menjadi bahan perdebatan terkait keberlanjutan budidaya sawit di Indonesia.
Sebelumnya, Komandan Satgas Karhutla Riau, yang juga Komandan Resort Militer 031/WB, Brigjen TNI Sonny Aprianto, menginstruksikan kepada jajarannya di Provinsi Riau untuk tembak di tempat oknum pelaku pembakar hutan dan lahan, karena kebakaran di daerah pesisir makin masif.