Seminar dan Pameran Andalas Forum 2019 dihadiri pemangku kepentingan sawit dari seluruh daerah di Indonesia mulai dari pelaku usaha, petani, akademisi, dan supporting industri. Membahas persoalan industri sawit terutama aspek keberlanjutan, tata kelola, dan ketenagakerjaan.
Dalam pembukaan kegiatan, Williastra Dany, Asisten Deputi Perkebunan dan Holtikultura Kemenko Perekonomian RI, menjelaskan bahwa sawit sebagai komoditas strategis dalam membangun perekonomian nasional kita. Posisinya menjadi sangat strategis karena memberikan kontribusi devisa lumayan besar. Dalam hal ini pemerintah bertugas membuat kebijakan untuk melindungi komoditas strategis ini.
“Salah satu improvisasi pemerintah mengembangkan biodiesel. Biodiesel telah menjadi sektor energi baru terbarukan yang sangat penting,” ujarnya.
Ke depan yang harus diperhatikan, kata Williastra, menjadikan biodiesel lebih berkelanjutan. Disinilah perlunya pengembangan standar sertifikasi untuk menunjukkan sawit dan biodiesel dapat berkelanjutan.
Hadir dalam pembukaan Andalas Forum yaitu Joko Supriyono (Ketua Umum GAPKI), Dedi Djunaedi (Direktur P2HP Kementerian Pertanian RI), Ferry HC (Kadisbun Provinsi Riau), dan pengurus GAPKI pusat dan daerah. Kegiatan yang bertemakan “Membangun Industri Kelapa Sawit Berkelanjutan di Tengah Isu Lingkungan Global”, yang mengulas isu perkelapasawitan selama dua hari, 21-22 Februari 2019. Kegiatan ini mendapatkan dukungan penuh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit dan sejumlah sponsor dari perusahaan perkebunan sawit serta industri pendukung.
Dedi Djunaedi mengharapkan forum ini mampu membangun sinergi dan komunikasi diantara pemangku kepentingan sawit. “Tidak perlu lagi berselisih melainkan dapat bersinergi dengan kehadiran forum ini,” jelasnya.
Kementerian Pertanian berupaya meningkatkan produktivitas kelapa sawit rakyat. Sudah ada rekomendasi teknis seluas 33.800 hektare untuk program peremajaan sawit rakyat. Kendala utama replantingn adalah legalitas lahan. Walaupun yang dibutuhkan sekarang ini realisasi instruksi Presiden Joko Widodo supaya mempercepat proses legalisasi lahan.
Wisnu Suharto, Ketua Panitia Pelaksana, mengatakan Andalas Forum dihadiri lebih 350 peserta dari berbagai daerah di Indonesia. Tujuan forum ini adalah memajukan dan mengembangkan industri sawit sebagai pilar pembangunan nasional melalui kegiatan seminar, lokakarya dan pelatihan.
Joko Supriyono mengatakan GAPKI mendukung pembentukan berbagai forum seperti Andalas Forum, Borneo Forum, dan Celebes Forum di sejumlah daerah di Indonesia. Sebab, kehadiran forum ini juga membantu advokasi permasalahan sawit dan menjadi media kampanye positif sawit.
“Kalau selama ini sawit dikampanyekan negatif. Dengan adanya forum kita lebih massif kampanyekan sisi positif sawit yang itu masih kurang dinformasikam ke publik,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua GAPKI Riau Saut Sihombing mengatakan, Andalas Fourm yang artinya sebetulnya adalah tentang perkembangan industri kelapa sawit di Sumatera. Digelar di Kota Batam dimana letaknya sangat strategis, dengan harapan lebih banyak peserta yang mengikuti.
Menurutnya, petani adalah mitra Pemerintah, petani adalah ujung tombak sektor perekonomian. Untuk itu, harus ada dialog sosial antara pengusaha, petani, pekerja dan pemerintah. Agar didapati satu tujuan untuk kepentingan bersama. “Pemerintah terus melakukan lobi untuk menyelesaikan hambatan dagang berupa pengenaan tarif dari India untuk komoditas sawit Indonesia,” katanya.
BPDP-KS Naikkan Dana Riset
Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit menambah alokasi dana riset sawit menjadi 2% pada tahun ini.
“Alokasi dana riset naik menjadi 2 persen tahun ini. Sementara tahun lalu, alokasinya 0,6 persen,” ujar Herdrajat Natawijaya, Direktur BPDP-KS, saat menjadi pembicara Andalas Forum, Kamis, (21 Februari 2019).
Herdrajat meminta kenaikan dana riset ini dapat dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian sawit yang lebih signifikan bagi industri. Selain itu, dana riset juga dipakai mendukung inisiatif riset dan pengembangan sektor sawit demi meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan.
Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia (MAKSI) mengapresiasi alokasi dana riset ini. Darmono Taniwiryono, Ketua Umum MAKSI, menjelaskan bahwa peningkatan dana riset menjadi 2 persen itu keharusan. Karena, riset merupakan investasi jangka panjang yang harus dilakukan sebab dampaknya bisa luar biasa besar.
“Sejak BPDPKS berdiri kontribusi riset terhadap pengembangan sawit mulai menyeruak. Pengembangan teknologi biohidrokarbon dalam produksi green gasoline dari CPO bisa membalik kekuatan energi dunia,” ujarnya.
Sementara itu, Hasril Siregar, Direktur Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) mengatakan sudah saatnya Alokasi Dana Riset untuk perkelapasawitan Indonesia ditingkatkan. Dengan luas areal lebih dari 14 juta ha, jumlah peneliti, teknologi hasil Riset dan publikasi ilmiah international yang dihasilkan dari kegiatan Riset perkelapasawitan masih jauh di bawah Malaysia yang hanya memiliki luas areal sekitar 6 juta ha.
“Indonesia harus bergegas untuk memperkuat riset perkelapasawitan jika ingin industri ini berkelanjutan menjadi kontributor nomor satu devisa negara. Secara bertahap, alokasi dana riset tersebut disambut baik & positif, yaitu 2 persen di 2019, bahkan perlu ditingkatkan secara bertahap menjadi setidaknya 5 persen dalam 5 tahun ke depan,” paparnya.