PEKANBARU, SAWIT INDONESIA – Forum Mahasiswa Sawit (FORMASI) Indonesia menggelar Aksi Keprihatinan Petani Sawit Korban Kawasan Hutan bersama petani sawit di depan kantor Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau dan kantor wilayah ATR/BPN Provinsi Riau, Selasa (21 Maret 2023).
Aksi Keprihatinan melibatkan mahasiswa anak petani sawit dan orang tua mereka. Jumlah peserta yang hadir kurang lebih 25 orang orang. Aksi damai ini dipimpin oleh Ketua Umum DPP Formasi Indonesia, Amir Arifin Harahap.
Aksi pertama dimulai pada jam 10.00 WIB berlangsung secara damai dan kondusif di kantor Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau. Tampak bersama Amir Arifin adalah perwakilan anggota KUD Panca Jaya, KUD Ikhlas dan Kelompok Tani DTT Bhayangkara Rokan hilir yang merupakan Petani Inti Rakyat (PIR) eks Plasma PTPN-V, sebanyak 50 orang. Diketahui bahwa PIR merupakan program transmigrasi pemerintah orde baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto.
Amir Harahap dalam orasinya meminta kejelasan status lahan petani yang telah SHM kepada Kadis LHK Riau tiba-tiba diklaim sebagai kawasan hutan. Tentu saja saja hal ini sangat aneh. Memang sudah ada UUCK, namun proses itu sangat panjang dan butuh biaya dan tidak mungkin dikerjakan oleh selevel petani sawit.
Menurut Amir, klaim kawasan hutan diatas Tentu saja hal ini sangat merugikan petani sawit yang hendak mengikuti Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang merupakan program strategis nasional Presiden RI Joko Widodo.
“Apakah ini upaya tersistematis untuk menggagalkan program strategis Presiden Jokowi? Tanya Amir.
“Maka kami meminta Bapak Kadis LHK Provinsi Riau menyampaikan kepada kementerian LHK RI agar segera mengeluarkan lahan sawit orang tua kami dari kawasan hutan. Karena semula memang bukan kawasan hutan, tapi mengapa sekarang diklaim LHK kawasan hutan?. Dan masih ratusan ribu hektar lainnya mengalami nasib yang sama,” seru Amir.
Selanjutnya Amir Harahap mengatakan dirinya sangat miris karena realisasi PSR pada 2022 nol persen dari target 11 ribu hektar, karena petani terkendala akibat lahannya diklaim dalam kawasan hutan.
“Padahal program PSR ini merupakan harapan petani kepada Bapak Presiden Jokowi dan sawit orang tua kami sudah berumur diatas 20 tahun,” ujarnya.
Amir dan petani sawit lainnya pada akhirnya diterima langsung oleh Kepala Dinas LHK Provinsi Riau, Dr. Mamun Murod, MH.,MM., yang langsung mendatangi massa di depan pintu masuk kantor.
Murod, langsung menerima pernyataan sikap Aksi Keprihatinan Petani Sawit Korban Kawasan Hutan (21/03/2023). Lalu berjanji akan segera menyampaikan keluhan ini kepada Menteri LHK.
Usai melakukan aksi di kantor DLHK Riau, massa kemudian melanjutkan orasi secara bergantian di kantor wilayah ATR/BPN Provinsi Riau.
Dalam orasinya salah satu petani sawit protes karena sertifikat Hak milik (SHM) mereka yang diterbitkan oleh BPN 38 tahun lalu, diklaim berada dalam kawasan hutan sehingga nasib mereka di ujung tanduk akibat tidak dapat mengikuti program PSR sementara usia sawit mereka sudah 38 tahun dan tentu saja tidak lagi produktif.
Irwansyah, Ketua KUD Ikhlas, saat berorasi mengatakan, “BPN harus bertanggung jawab untuk memberikan klarifikasi kepada Kementerian LHK RI bahwa lahan kami diterbitkan sertifikat karena semula bukan kawasan hutan.
“Kami tidak pernah merambah hutan, tapi negara melalui PTPN V yang menyiapkan lahan dari awal sampai habis kontrak kemitraan” kata Irwan.
Ketua Kelompok Tani Bhayangkara, Priyono, melanjutkan orasi dengan menegaskan bahwa SHM yang diterbitkan oleh BPN esensinya secara hukum adalah menjamin kepastian hukum dan perlindungan hukum.
“Oleh karena itu BPN harus bertanggung jawab untuk menjamin kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada petani sawit yang sudah memperoleh sertifikat dan sah secara hukum. Sekali lagi saya sampaikan, BPN jangan buang badan,” tegasnya.
Ditengah-tengah massa aksi banyak petani menyemangati dari belakang sambil membawa spanduk atau poster. Bahkan terlihat seorang petani paruh baya dengan mata yang berkaca-kaca memegang poster bertuliskan “Pak Presiden Jokowi, kami ingin ikut program bapak melalui PSR, karena PSR yang bapak tanam 2018 lalu di kampung kami sudah panen dengan sangat produktif. Tolong kami Pak Jokowi”.
Selanjutnya, Koordinator Aksi Keprihatinan Petani Sawit Korban Kawasan Hutan, Amir, juga menyampaikan bahwa nasib petani sawit yang merupakan orang tua mereka sangat tergantung ke ekonomi sawit dan saat ini pupus harapan mereka karena sudah tiga tahun mengurus supaya bisa ikut PSR tapi ditolak oleh Kementerian Pertanian dan BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit).
“Apabila kebun orang tua kami tidak segera di replanting (PSR) maka akan terancam masa depan kami anak-anak petani sawit, putus sekolah, berhenti kuliah, biaya berobat gak ada, kelaparan dan akan menjadi beban negara kedepannya,” seru Amir.
Tak lama kemudian, Amir Arifin dan perwakilan rombongan Aksi Keprihatinan Petani Sawit Korban Kawasan Hutan pun diterima oleh 2 pejabat eselon III dan petugas lainnya di Kanwil ATR BPN Provinsi Riau untuk berdiskusi lebih lanjut.