Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perkebunan diharapkan mampu memperkuat kinerja PT Perkebunan Nusantara yang selama ini terbilang stagnan. Restrukturisasi melalui holding dipandang sangatlah ideal untuk mengatasi berbagai kelemahan yang dimiliki perusahaan perkebunan negara.
Untuk itu, perlu paradigma baru dalam aspek budaya dan efisiensi supaya holding BUMN perkebunan berjalan sesuai target. Berikut ini petikan wawancara tim redaksi Sawit Indonesia dengan Akmaluddin Hasibuan, Komisaris PTPN VII yang mendiskusikan holding BUMN Perkebunan dan isu lainnya:
Dengan pelaksanaan holding BUMN perkebunan, idealnya perubahan apa yang perlu dilakukan?
Ketika Pak Sofjan Djalil, masih menjabat Menteri BUMN, saya sudah dimintai pendapat mengenai holding BUMN perkebunan bahwa kebijakan ini semestinya dapat melakukan transformasi. Transformasi ini meliputi budaya dan efisiensi. Kebijakan holding BUMN Perkebunan ini semestinya dapat merubah budaya dari birokrasi menjadi korporasi. Selama ini harus diakui pengaruh budaya birokrat sangat kuat tertanam dalam BUMN Perkebunan.
Model holding BUMN perkebunan sebaiknya memakai kultur business man bukan lagi birokratisasi, yang jelas terdapat banyak perbedaan. Seperti paradigma terkait efisiensi yang dimiliki business man dan birokrat itu tidak sama. Efisiensi dalam pandangan birokrat lebih mengarah kepada menekan biaya ke bawah, sementara pengusaha menilai efisiensi itu merupakan produktivitas yaitu optimalisasi sumber daya yang ditujukan mendorong produktivitas ke atas.
Kedua pandangan tersebut sangat berbeda, sebagai gambaran jika menggunakan pola menekan biaya semaksimal mungkin untuk memperoleh keuntungan tinggi, itu bersifat jangka pendek sehingga mengganggu keberlanjutan bisnis. Gejala ini dapat terlihat dari rendahnya produktivitas PT Perkebunan Nusantara (PTPN) akibat lemahnya potensi sumber daya (aset) yang dimiliki, misalkan saja replanting tidak berjalan optimal dan mengabaikan kultur teknis. Kondisi ini menyebabkan produktivitas CPO perusahaan perkebunan negara lebih rendah dari swasta skala besar seperti Astra Agro, Salim Grup, dan Sinarmas Grup.
Masalah yang terjadi sekarang, beberapa PTPN sulit memperoleh pinjaman dari perbankan. Apa yang dapat dilakukan holding BUMN perkebunan?
Holding BUMN perkebunan diharapkan menciptakan rekayasa keuangan supaya dapat membantu PTPN yang kinerjanya belum bagus dan memperbaiki sumber daya. Seperti tadi saya katakan lemahnya perusahaan akibat rusaknya tanaman padahal ini merupakan faktor fundamental. Untuk itu, perusahaan butuh dana untuk peremajaan tanaman demi mendapatkan hasil optimal.
Namun yang terjadi, BUMN perkebunan tidak lagi bankable sehingga sulit memperoleh pinjaman, padahal investasi baru sangat diperlukan supaya perusahaan dapat memperbaiki kinerjanya. Jadi, holding bermanfaat untuk membantu PTPN lemah sekaligus meningkatkan pertumbuhan PTPN lain.
Tidak dapat dipungkiri, PTPN sulit tumbuh apabila berdiri sendiri saja karena mesti bersaing dengan perusahaan swasta yang jauh lebih baik. Khusus, PTPN yang sehat perlu dipacu pertumbuhannya baik itu itu vertikal atau horisontal.
Perubahan budaya sangatlah penting sebagai bagian keberhasilan holding BUMN perkebunan. Upaya apa yang mesti ditempuh?
Budaya perusahaan dapat dibangun lewat penciptaan sistem yang kuat. Sebab, budaya itu bergantung dari lingkungan dimana kita berada dan bersifat kondisional. Contohnya saja, masyarakat Indonesia yang berkunjung ke Singapura akan berubah perilakunya dan taat peraturan, karena sistem disana sudah kuat.
Kepemimpinan yang kuat dan efektif juga menentukan perubahan budaya yang mampu melakukan pembaruan perusahaan perkebunan negara yang bersifat sistemik dan holistik. Maka, dibutuhkan pemimpin yang berkompetensi dan paham bisnis perkebunan sebab bisnis ini berbeda dengan bisnis lain seperti tekstil dan sepatu.
Tak hanya itu, holding BUMN perkebunan idealnya minim dari intervensi untuk memudahkan proses transformasi. Intervensi ini yang menimbulkan berbagai ide pencitraan yang sifatnya politik. Tengok saja, intervensi di BUMN dari pemegang saham sangatlah kuat sehingga dapat merusak kultur teknis yang berjalan seperti penanaman jagung di lahan sawit. Berbeda dengan di swasta, pemegang saham tidak akan ikut campur sampai ke situ.
Dalam pandangan bapak, strategi apa yang perlu diambil BUMN Perkebunan yang sedang mengembangkan sektor hilir sawit ?
Diversifikasi kepada sektor hilir sawit mesti diikuti strategi cerdas karena PTPN berhadapan dengan sektor swasta yang lebih kuat, apalagi pangsa pasar produk hilir sangat sempit untuk diperebutkan. Solusinya, perlu dibangun aliansi strategis dengan mencari mitra kerja yang dapat mendorong pertumbuhan.
Pengembangan sektor hilir, bukan saja berbicara masalah produksi semata. Perusahaan harus mengetahui budaya bisnis di sektor hilir sawit yang berbeda dengan di hulu. Sektor perkebunan lebih mengutamakan produktivitas sedangkan downstream mengutamakan kualitas produk.
Dalam merebut pangsa pasar di sektor hilir, bagaimana strategi PTPN untuk menghadapi persaingan?
Sebaiknya, perusahaan perkebunan negara menerapkan Customer Relationship Management (CRM) yang perlu ditingkatkan. Perlu diperkenalkan upaya membangun relasi dengan pelanggan sebagai bagian pemasaran produk, walaupun akan ada masalah yang dihadapi BUMN karena terikat regulasi. Sebagai contoh, perusahaan perkebunan negara mesti berkompetisi dengan perusahaan lain lewat menurunkan harga, jadi ambil kerugian dahulu dalam rangka merebut pasar. Tetapi, langkah ini berpotensi dinilai sebagai tindakan merugikan perusahaan dan dituding sarat korupsi, akibatnya membuat pejabat menjadi tersangka korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Padahal, bisnis itu penuh resiko kalau bicara korupsi dan terkait kebijakan seperti tadi, itukan perbedaannya tipis sekali. Terkadang, kebijakan yang diambil untuk merebut pasar dapat dinilai korupsi sebab menguntungkan orang lain, sementara bisnis itu mesti menguntungkan orang lain supaya tetap berjalan jika tidak maka sulit untuk berbisnis. Solusinya, seperti tadi saya bilang jalankan aliansi strategi karena kebijakan ini membuat perusahaan lebih fleksibel.
Saat ini, beberapa PTPN berencana masuk ke pasar saham lewat Initial Public Offering( IPO). Sejauh ini apakah mereka sudah siap dengan rencana tersebut?
Kebijakan IPO memang bagus, namun perlu dipahami adanya kesamaan paradigma mengenai IPO diantara pihak terkait seperti Dewan perwakilan Rakyat, Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN. IPO ini jelas berbeda dengan bentuk dan status perusahaan perkebunan negara sekarang ini yang penuh intervensi di dalamnya. Mesti diakui, tidak semua direksi PTPN itu mampu menghadapi intervensi.
Perlu dibangun konsensus nasional terkait BUMN Perkebunan, jangan sampai muncul omongan BUMN Perkebunan adalah ladang korupsi. Padahal, selama ini intervensi itulah penyebab ladang korupsi di BUMN Perkebunan.